Volcano

Belajar Geologi

Collumnar Jointing

Belajar Geologi

Danxia Landform

Belajar Geologi

Pendakian Merbabu

Belajar Geologi

Pumice

Belajar Geologi

Analisa Cekungan

Belajar Geologi

Endapan Epitermal

Belajar Geologi

Mikrodiorit

Belajar Geologi

Jumat, 05 Juni 2015

ENDAPAN MINERAL EPITERMAL (Tugas Kuliah)

Endapan mineral epitermal telah menerima banyak perhatian di dunia oleh karena dapat di eksploitasi secara ekonomis dan tersedia banyak dibantingkan dengan sumber daya logam mulia lainnya. Secara geologi, endapan ini relatif mudah di temukan, karena secara ganesa endapan epitermal ini kadanya rendah dan secara umum telah diketahui keberadaanya. Oleh karena secara ganesa dan ekonomis endapan epitermal ini signifikan tetapi cadangannya masih bersatu dengan cadangan kadar tinggi yang telah ada. Secara ekonomi harga emas-perak naik relatif terhadap ongkos operasi penambangan emas. Hal ini disebabkan karena cadangan emas yang kadanya rendah telah dapat diekploitasi secara komersil dan pengaruhnya adalah terjadinya revitalisasi cadangan emas yang terlah ada.

Gambar 1. Skema penampang ilustrasi setting geologi dan hidrogeologi umum daerah endapan epitermal (Taylor, 1996)
Endapan epitermal logam dasar dan mulia banyak macamnya mencerminkan perbedaan tektonik, batuan beku dan kedudukan strukturnya dimana mereka terbentuk dan melibatkan banyak proses didalam pembentukkannya. Kebanyakan dari endapan epitermal terbentuk dalam suatu lebel kerak bumi yang dangkal, dimana perubahan tiba-tiba dalam kondisi fisik dan kimianya menghasilkan ubahan hidrotermal (White dan Hedenquist, 1990).

Lindgren (1933) mendefinisikan istilah “epitermal” dari pengamatan mineralogi dan teksturnya, dan ia menyimpulkan kondisi temperatur dan tekannya (kedalammnya) untuk style (bentuk) mineralisasi ini. Walaupun penafsiran dari pengamatanya tidak mengubah secara substansial, pemahaman kita mengenai lingkungan epitermal yang sekarang telah berkembang sebagai hasil dari suatu pengamatan dasar yang semakin maju.
Definisi 

Gambar 2. Skema pembentukan Endapan Emas Epitermal (Corbet, 2007)
Endapan epitermal adalah hasil dari sistem hidrotermal yang berskala besar dari lingkungan vulkanik. Dalam suatu sumber panas magmatik suatu sumber air tanah dalam, atau air meteorik, metal dan penurunan sulfur dan zona - zona rekahan yang regas di kerak bumi bagian atas adalah unsur - unsur yang paling penting. Karena unsur - unsur ini tersedia sepanjang sejarah kerak bumi. Pencampuran material-material ini menyebabkan terbentuknya endapan-endapan emas epitermal. Endapan emas epitermal dilingkungan batuan vulkanik adalah hampir selalu berasosiasi dengan batuan vulkanik cal-alkaline dan batuan intrusi, beberapa memperlihatkan suatu hubungan yang erat dengan batuan vulkanik alkali.
Kata epitermal mengacu kepada endapan yang terbentuk pada temperatur rendah dan kedalaman yang dangkal. Istilah epitermal diperoleh dari pengamatan yang dilakukan oleh Lindgren (1933) terhadap mineralogi dari bijih dan tipe-tipe alterasi di batuan, dan tekstur dari mineral-mineral bijih yang terbentuk serta alterasi bawaannya. Dari pengamatan tersebut diperoleh interpretasi mengenai suhu pembentukan endapan dan kedalaman pembentukannya. Menurut White (2009) endapan epitermal dapat diketahui berdasarkan:
-        Karakteristik mineral dan teksturnya
-         Mineralogi alterasi hidrotermal dan zona pembentukannya
Proses Epithermal
Secara lebih detailnya endapan epitermal terbentuk pada kedalaman dangkal hingga 1000 meter dibawah permukaan dengan temperatur relatif rendah (50-200)0C dengan tekanan tidak lebih dari 100 atm dari cairan meteorik dominan yang agak asin (Pirajno, 1992).
Tekstur penggantian (replacement) pada mineral tidak menjadi ciri khas karena jarang terjadi. Tekstur yang banyak dijumpai adalah berlapis (banded) atau berupa fissure vein. Sedangkan struktur khasnya adalah berupa struktur pembungkusan (cockade structure). Asosiasi pada endapan ini berupa  mineral emas (Au) dan perak (Ag) dengan mineral penyertanya berupa mineral kalsit, mineral zeolit dan mineral kwarsa. Dua tipe utama dari endapan ini adalah low sulphidation dan high sulphidation yang dibedakan terutama berdasarkan pada sifat kimia fluidanya dan berdasarkan pada alterasi dan mineraloginya.
Endapan epithermal umumnya ditemukan sebagai sebuah pipe seperti zona dimana batuan mengalami breksiasi dan teralterasi atau terubah tingkat tinggi. Veins juga ditemukan, khususnya sepanjang zona patahan., namun mineralisasi vein mempunyai tipe tidak menerus (discontinuous)
Pada daerah volcanic, sistem epithermal sangat umum ditemui dan seringkali mencapai permukaan, terutama ketika fluida hidrothermal muncul (erupt) sebagai geyser dan fumaroles. Banyak endapan mineral epitermal tua menampilkan fossil ‘roots’ dari sistem fumaroles kuno. Karena mineral - mineral tersebut berada dekat permukaan, proses erosi sering mencabutnya secara cepat, hal inilah mengapa endapan mineral epitermal tua relatif  tidak umum secara global. Kebanyakan dari endapan mineral epithemal berumur Mesozoic atau lebih muda.
Mineralisasi epitermal memiliki sejumlah fitur umum seperti hadirnya kalsedonik quartz, kalsit, dan breksi hidrotermal. Selain itu, asosiasi elemen juga merupakan salah satu ciri dari endapan epitermal, yaitu dengan elemen bijih seperti Au, Ag, As, Sb, Hg, Tl, Te, Pb, Zn, dan Cu. Tekstur bijih yang dihasilkan oleh endapan epitermal termasuk tipe pengisian ruang terbuka (karakteristik dari lingkungan yang bertekanan rendah), krustifikasi, colloform banding dan struktur sisir. Endapan yang terbentuk dekat permukaan sekitar 1,5 km dibawah permukaan ini juga memiliki tipe berupa tipe vein, stockwork dan diseminasi. Dua tipe utama dari endapan ini adalah low sulphidation dan high sulphidation yang dibedakan terutama berdasarkan pada sifat kimia fluidanya dan berdasarkan pada alterasi dan mineraloginya (Hedenquist et al., 1996:2000 dalam Chandra,2009).
Ransome (1907) (dalam Hedenquist et al, 2000) menemukan dari pengamatan yang dijumpai pada endapan-endapan di sekitar kolam air panas dan fumarol pada gunung api, dimana dia menyimpulkan bahwa endapan yang terbentuk pada kondisi reduksi dengan pH air netral disebut sebagai pembawa endapan-endapan sulfidasi rendah sedangkan kondisi asam dan teroksidasi disebut sebagai pembawa endapan-endapan sulfidasi tinggi. Terdapat asosiasi mineral-mineral tertentu yang dapat digunakan sebagai penciri tipe-tipe endapan sulfidasinya. Endapan sulfidasi rendah dicirikan oleh adanya asosiasi mineral-mineral sulfida seperti pirit-pirortit-arsenopirit-sfalerit(kaya akan Fe) sedangkan sulfidasi tinggi dicirikan oleh asosiasi mineral-mineral enargite-luzonit-kovelit-kelimpahan mineral pirit. White dan Hedenquist (1995) di dalam White (2009), mengklasifikasikan kedua jenis endapan tersebut sebagai berikut :


 
Tabel 1. Klasifikasi Endapan Epitermal White dan Hedenquist (1995)
Tabel 2. Asosiasi mineral bijih pada endapan epithermal (White dan Hedenquist, 1995) di dalam White(2009)
Tabel 3. Asosiasi mineral-mineral sekunder pengisi gangue (White dan Hedenquist, 1995) di dalam White (2009)
Dengan memahami asosiasi mineral bijih, mineral sekunder dan zona-zona tekstur pada urat di batuan maka dapat digunakan sebagai alat interpretasi lingkungan terbentuknya urat (Buchanan, 1981). Seperti yang terlihat pada gambar berikut :

Gambar 3.  Model Endapan Epithermal low sulfida  (Buchanan, 1981)
Dibawah ini digambarkan ciri-ciri umum endapan epitermal (Lingren, 1933 dalam Sibarani,2008)):
  • Suhu relatif rendah (50-250°C) dengan salinitas bervariasi antara 0-5 wt.% 
  • Terbentuk pada kedalaman dangkal (~1 km)
  • Pembentukan endapan epitermal terjadi pada batuan sedimen atau batuan beku, terutama yang berasosiasi dengan batuan intrusiv dekat permukaan atau ekstrusif, biasanya disertai oleh sesar turun dan kekar.
  • Zona bijih berupa urat-urat yang simpel, beberapa tidak beraturan dengan pembentukan kantong-kantong bijih, seringkali terdapat pada pipa dan stockwork. Jarang terbentuk sepanjang permukaan lapisan, dan sedikit kenampakan replacement (penggantian).
  • Logam mulia terdiri dari Pb, Zn, Au, Ag, Hg, Sb, Cu, Se, Bi, U
  • Mineral bijih berupa Native Au, Ag, elektrum, Cu, Bi, Pirit, markasit, sfalerit, galena, kalkopirit, Cinnabar, jamesonite, stibnite, realgar, orpiment, ruby silvers, argentite, selenides, tellurides.
  • Mineral penyerta adalah kuarsa, chert, kalsedon, ametis, serisit, klorit rendah-Fe, epidot, karbonat, fluorit, barite, adularia, alunit, dickite, rhodochrosite, zeolit
  • Ubahan batuan samping terdiri dari  chertification (silisifikasi), kaolinisasi, piritisasi, dolomitisasi, kloritisasi
  • Tekstur dan struktur yang terbentuk adalah Crustification (banding) yang sangat umum, sering sebagai fine banding, vugs, urat terbreksikan.
Karakteristik umum dari endapan epitermal (Simmons et al, 2005 dalam Sibarani, 2008) adalah:
  • Jenis air berupa air meteorik dengan sedikit air magmatik
  • Endapan epitermal mengandung mineral bijih epigenetic yang pada umumnya memiliki batuan induk berupa batuan vulkanik.
  • Tubuh bijih memiliki bentuk yang bervariasi yang disebabkan oleh kontrol dan litologi dimana biasanya merefleksikan kondisi paleo-permeability pada kedalaman yang dangkal dari sistem hidrotermal.
  • Sebagian besar tubuh bijih terdapat berupa sistem urat dengan dip yang terjal yang terbentuk sepanjang zona regangan. Beberapa diantaranya terdapat bidang sesar utama, tetapi biasanya pada sesar-sesar minor.
  • Pada suatu jaringan sesar dan kekar akan terbentuk bijih pada urat.
  • Mineral gangue yang utama adalah kuarsa sehingga menyebabkan bijih keras dan realtif tahan terhadap pelapukan.
  • Kandungan sulfida pada urat relatif sedikit (<1 s/d 20%).

Potensi Dan Keberadaan Endapan Epithermal
Jenis endapan epitermal yang terletak 500 m bagian atas dari suatu sistem hidrotermal ini merupakan zone yang menarik dan terpenting. Disini terjadi perubahan-perubahan suhu dan tekanan yang maksimum serta mengalami fluktuasi-fluktuasi yang paling cepat. Fluktuasi-fluktuasi tekanan ini menyebabkan perekahan hidraulik (hydraulic fracturing), pendidihan (boiling), dan perubahan-perubahan hidrologi sistem yang mendadak. Proses-proses fisika ini secara langsung berhubungan dengan proses-proses kimiawi yang menyebabkan mineralisasi
Terdapat suatu kelompok unsur-unsur yang umumnya berasosiasi dengan mineralisasi epitermal, meskipun tidak selalu ada atau bersifat eksklusif dalam sistem epitermal. Asosiasi klasik unsur-unsur ini adalah: emas (Au), perak (Ag), arsen (As), antimon (Sb), mercury (Hg), thallium (Tl), dan belerang (S).
Dalam endapan yang batuan penerimanya karbonat (carbonat-hosted deposits), arsen dan belerang merupakan unsur utama yang berasosiasi dengan emas dan perak (Berger, 1983), beserta dengan sejumlah kecil tungsten/wolfram (W), molybdenum (Mo), mercury (Hg), thallium (Tl), antimon (Sb), dan tellurium (Te); serta juga fluor (F) dan barium (Ba) yang secara setempat terkayakan. 
Dalam endapan yang batuan penerimanya volkanik (volcanic-hosted deposits) akan terdapat pengayaan unsur-unsur arsen (As), antimon (Sb), mercury (Hg), dan thallium (Tl); serta logam-logam mulia (precious metals) dalam daerah-daerah saluran fluida utama, sebagaimana asosiasinya dengan zone-zone alterasi lempung. Menurut Buchanan (1981), logam-logam dasar (base metals) karakteristiknya rendah dalam asosiasinya dengan emas-perak, meskipun demikian dapat tinggi pada level di bawah logam-logam berharga (precious metals) atau dalam asosiasi-nya dengan endapan-endapan yang kaya perak dimana unsur mangan juga terjadi. Cadmium (Cd), selenium (Se) dapat berasosiasi dengan logam-logam dasar; sedangkan fluor (F), bismuth (Bi), tellurium (Te), dan tungsten (W) dapat bervariasi tinggi kandungannya dari satu endapan ke endapan yang lainnya; serta boron (B) dan barium (Ba) terkadang terkayakan.Mineral-mineral ekonomis yang dihasilkan dari epitermal  antara lain Au, Ag, Pb, Zn, Sb, Hg, arsenopirit, pirit, garnet, kalkopirit, wolframit, siderit, tembaga, spalerite, timbal, stibnit, katmiun, galena, markasit, bornit, augit, dan topaz.
Berikut ini adalah beberapa contoh logam hasil dari endapan epitermal yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi, antara lain: Emas (Au) dan Perak (Ag).
  •  Emas
Emas adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol Au (bahasa Latin: 'aurum') dan nomor atom 79. Sebuah logam transisi (trivalen dan univalen) yang lembek, mengkilap, kuning, berat, "malleable", dan "ductile". Emas tidak bereaksi dengan zat kimia lainnya tapi terserang oleh klorinfluorin dan aqua regia. Logam ini banyak terdapat dinugget emas atau serbuk di bebatuan dan di deposit alluvial dan salah satu logam coinage.Kode ISOnya adalah XAU. Emas melebur dalam bentuk cair pada suhu sekitar 1000 derajat celcius.
Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya berkisar antara 2,5 – 3 (skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan logam lain yang berpadu dengannya. Mineral pembawa emas biasanya berasosiasi dengan mineral ikutan (gangue minerals). Mineral ikutan tersebut umumnya kuarsakarbonatturmalinflourpar, dan sejumlah kecil mineral non logam. Mineral pembawa emas juga berasosiasi dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral pembawa emas terdiri dari emas nativ, elektrum, emas telurida, sejumlah paduan dan senyawa emas dengan unsur-unsur belerang, antimon, dan selenium. Elektrum sebenarnya jenis lain dari emas nativ, hanya kandungan perak di dalamnya >20% (Sutarto, 2004).
Sebagian besar endapan emas di Indonesia dihasilkan jenis endapan epitermal. Endapan emas tipe ini umumnya didapatkan dalam bentuk urat, baik dalam urat kuarsa maupun dlam urat bentuk karbonat yang terbentuk dalam suhu 150-3000C dengan pH sedikit asam atau mendekati netral Urat-urat tersebut terbentuk oleh hasil aktifitas hidrotermal yang berada di sekitar endapan porfiri. Dimana emas, perak, tembaga, wolfram, dan timah terdapat dalam endapan ini (Sukandarrumidi, 2007).
Kebanyakan emas epitermal terdapat dalam vein-vein yang berasosiasi dengan Alterasi Quartz-Illite yang menunjukkan pengendapan dari fluida-fluida dengan pH mendekati netral (Fluida-fluida Khlorida Netral) Dalam alterasi dan mineralisasi dengan jenis fluida ini, emas dijumpai dalam vein, veinlet, breksi ekplosi atau breksi hidrotermal, dan stockwork atau stringer Pyrite+Quartz yang berbentuk seperti rambut (hairline) 
Emas epitermal juga terdapat dalam Alterasi Advanced-Argillic dan alterasi-alterasi sehubungan yang terbentuk dari Fluida-fluida Asam Sulfat. Dalam alterasi dan mineralisasi dengan jenis fluida ini, emas dijumpai dalam veinlet, batuan-batuan silika masif, atau dalam rekahan-rekahan atau breksi-breksi dalam batuan.
Proses terbentuknya emas endapan epitermal dapat diuraikan sebagai berikut: emas diangkut oleh larutan hidrotermal yang kaya akan ligand HS- dan OH-. Ligan ini mengangkut emas hingga ke tempat pengendapannya. Kehadiran breksi hidrotermal merupakan salah satu cirri adanya proses pendidihan pada larutan hidrotermal. Pendidihan terjadi karena ada pertemuan antara larutan yang bersuhu tinggi (hidrotermal) dengan larutan yang bersuhu rendah (larutan meteoric). Selama proses pendidihan ini tekanan menjadi semakin besar sehingga mengancurkan dinding batuan yang dilalui larutan hidrotermal. Akibat proses pendidihan tersebut, yaitu hilangnya gas H2S, terjadi peningkatan pH dan penurunan suhu. Ketiga proses tersebut dapat mengantarkan emas pada batuan sehingga kadar emas primer tinggi biasanya dijumpai di breksi hidrotermal (Sukandarrumidi, 2007). 
  • Perak
Dijumpai sebagai unsur (perak murni) atau sebagai senyawa.  Sebagai perak murni (Ag) mempunyai sifat; Kristal-kristal berkelompok tersusun sejajar, menjarum, atau menjaring, kadang berupa sisik, kilap logam. Dalam bentuk  mineral didapatkan sebagai argentite, cerrargirit, miagirit, dan proustit (Sukandarrumidi, 2007). Perak biasanya berasosiasi dengan pirit, tembaga, emas, kalsit, dan nikel. Perak terbentuk dari reduksi sulfide pada bagian bawah endapan Ag, Zn, dan Pb. Terkadang juga terbentuk sebagai endapan primer urat epitermal berasosiasi dengan kalsit (temperature rendah) (Sutarto, 2004). Kandungan perak pada beberapa mineral dapat mencapai perak murni (100%), argentite (87%), prousite (65%), miagrite (36%), dan dalam kandungan emas (28%).
Endapan perak yang dihasilkan dari endapan emas kurang lebih 75% didapatkan sebagai hasil samping dari pengolahan bijih emas, nikel dan tembaga. Endapan perak dapat berupa endapan pengisian dan endapan penggantian, serta pengayaan sulfide. Kebanyakan endapan perak didunia dihasilkan dari dari hidrotermal tipe fissure filling (Sukandarrumidi, 2007).

Tabel 4. Contoh daerah dengan endapan epitermal high sulfidasi (kiri), dan low sulfidasi (kanan)
DAFTAR PUSTAKA

Corbett, G,J., T.M. Leach. 1996. Southwest Pacific Rim gold/copper systems : structure, alteration, and mineralization . A workshop presented for the Society of Exploration Geochemists at Townville, 145pp.
Hedenquist, J. W., Arribas, A. R., dan Urien E. G., 2000, Exploration for Epithermal Gold deposits, Economic Geology, vol. 13, p. 245-277.
Taylor, H.P., Jr., 1973, O18/O16 evidence for meteoric-hydrothermal alteration and ore deposition in the Tonopah, Comstock Lode, and GoldfieldMining Districts, Nevada: Economic Geology, v. 68, p. 747-764.
Sibarani,  August  P.,  2008,  Studi  MikroskopiUntuk  Verifikasi  Hasil  Analisis  XRDDan Analisis Tekstur Pada Sampel Urat Ciurug Endapan Epitermal PongkorIndonesia,Program    Studi    Teknik    Pertambangan,    Fakultas    Teknologi Pertambangan Dan Perminyakan, ITB 


Rabu, 11 Maret 2015

Perbedaan secara umum lokasi panas bumi pulau Jawa dan Sumatera

       Indonesia merupakan salah satu Negara dengan penduduk terbesar di dunia, oleh sebab itu kebutuhan akan sumber daya energi merupakan salah satu masalah yang sering muncul. Selama ini energi yang sering digunakan berupa energi berbahan bakar fosil yang mana ketersediaanya terbatas, oleh sebab itu solusi energi alternatif yang kurang dimanfaatkan kiranya perlu dikembangkan. Di tinjau dari kondisi geologinya yang merupakan daerah dengan gunungapi yang banyak, maka sangat mungkin daerah ini dikembangkan energi panas bumi.
      Energi panas bumi sendiri, adalah energi panas yang tersimpan dalam batuan di bawah permukaan bumi dan fluida yang terkandung didalamnya. Saat ini energi panas bumi  telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik di 24 Negara, termasuk Indonesia. Disamping itu fluida panas bumi juga dimanfaatkan untuk sektor non‐listrik di 72  negara, antara lain untuk pemanasan   ruangan, pemanasan air, pemanasan rumah kaca, pengeringan hasil produk  pertanian, pemanasan tanah, pengeringan kayu, kertas  dll.
      Terjadinya sumber energi panasbumi  di Indonesia serta karakteristiknya dijelaskan oleh Budihardi (1998) sebagai berikut. Ada tiga lempengan yang berinteraksi di Indonesia, yaitu  lempeng Pasifik, lempeng India‐Australia dan lempeng  Eurasia. Tumbukan yang terjadi antara ketiga lempeng tektonik tersebut telah memberikan  peranan yang sangat penting bagi terbentuknya sumber energi panas bumi di Indonesia Tumbukan antara lempeng India‐ Australia di sebelah selatan dan lempeng Eurasia di sebelah utara mengasilkan zona penunjaman (subduksi) di kedalaman 160 ‐ 210 km di bawah Pulau Jawa ‐Nusatenggara dan di kedalaman sekitar 100 km  (Rocks et. al, 1982) di bawah Pulau Sumatera. Hal ini menyebabkan proses magmatisasi di bawah Pulau Sumatera lebih dangkal dibandingkan dengan di bawah Pulau Jawa atau Nusatenggara. Karena perbedaan kedalaman jenis magma yang dihasilkannya berbeda. Pada kedalaman yang lebih besar jenis magma yang dihasilkan akan lebih bersifat basa dan  lebih cair dengan kandungan gas magmatik yang lebih tinggi sehingga menghasilkan  erupsi gunung api yang lebih kuat yang pada akhirnya akan menghasilkan  endapan vulkanik yang lebih tebal dan  terhampar luas. Oleh karena  itu, reservoir panas  bumi  di   Pulau  Jawa   umumnya lebih dalam dan menempati  batuan volkanik, sedangkan reservoir   panas bumi di Sumatera terdapat di dalam batuan sedimen dan ditemukan pada kedalaman   yang lebih dangkal.
        Sistem panas bumi di pulau Sumatera umumnya berkaitan dengan kegiatan gunungapi andesitis-riolitis yang disebabkan oleh sumber magma yang bersifat lebih asam dan lebih kental, sedangkan di Pulau Jawa, Nusatenggara, dan Sulawesi umumnya berasosiasi dengan magma bersifat andesitis-basaltis dengan sumber magma yang lebih cair. Karakteristik geologi untuk daerah panas bumi diujung utara Sulawesi memperlihatkan kesamaan karakteristik dengan Pulau Jawa.
     Akibat dari sistem penunjaman yang berbeda, tekanan atau kompresi yang dihasilkan oleh tumbukan miring (oblique) antara lempeng India-Australia dan lempeng Eurasia menghasilkan sesar regional yang memanjang sepanjang Pulau Sumatera yang menjadi jalan atau sarana kemunculan sumber-sumber panas bumi yang berkaitan dengan gunung-gunung api muda. Kesimpulan lebih lanjut sistem panas bumi di Pulau Sumatera umumnya lebih dikontrol oleh sistem patahan regional sesar Sumatera (sesar Semangko), sedangkan untuk daerah Jawa dan Sulawesi lebih dikontrol oleh sesar-sesar lokal oleh sistem depresi kaldera yang terbentuk karena akibat letusan gunung api dan perpindahan materialnya yang cukup intensif.

      Reservoir panas bumi di Sumatera umumnya menempati batuan sedimen yang telah mengalami beberapa deformasi atau pensesaran setidaknya sejak Tersier sampai Resen. Hal ini yang menyebabkan terbentuknya porositas dan permeabilitas sekunder pada batuan yang umumnya nilainya cukup besar dibandingkan dengan reservoir panas bumi di Pulau Jawa

Pustaka
Pertamina, 1998. Geokronologi dan Evolusi Volkanik daerah Wayang-Windu, Jawa Barat, Geothermal Division, 81, Laporan tak terbit.
Bronto, 2006. Potensi sumber daya geologi daerah Cekungan Bandung dan sekitarnya. Jurnal Geologi Indonesia.
Neni Saptadji. Sekilas tentang panas bumi. Institute Teknologi Bandung.

Sabtu, 27 September 2014

Lingkungan Sungai

LINGKUNGAN SUNGAI
Berdasarkan morfologinya sistem sungai dikelompokan menjadi 4 tipe sungai, sungai lurus (straight), sungai teranyam (braided), sungai anastomasing, dan sungai kekelok (meandering).
Sungai Lurus (Straight)
Sungai lurus umumnya berada pada daerah bertopografi terjal mempunyai energi aliran kuat atau deras. Energi yang kuat ini berdampak pada intensitas erosi vertikal yang tinggi, jauh lebih besar dibandingkan erosi mendatarnya.  Kondisi seperti itu membuat sungai jenis ini mempunyai kemampuan pengendapan sedimen kecil, sehingga alirannya lurusnya tidak berbelok-belok atau low sinuosity . Karena kemampuan sedimentasi yang kecil inilah maka sungai tipe ini jarang yang meninggalakan endapan tebal. Sungai tipe ini biasanya dijumpai pada daerah pegunungan, yang mempunyai topografi tajam. Sedimen sungai lurus ini sangat jarang dijumpai dan biasanya dijumpai pada jarak yang sangat pendek.
Sungai Kekelok (meandering)
Sungai kekelok adalah sungai yang alirannya berkelok-kelok atau berbelok-belokLeopold dan Wolman (1957) menyebut sungai meandering jika sinuosity-nya lebih dari 1.5. Pada sungai tipe ini erosi secara umum lemah sehingga pengendapan sedimen kuat. Erosi horisontalnya lebih besar dibandingkan erosi vertikal, perbedaan ini semakin besar pada waktu banjir. Hal ini menyebabkan aliran sungai sering berpindah tempat secara mendatar. Ini terjadi karena adanya pengikisan horisontal pada tepi sungai oleh aliran air utama yang pada daerah kelokan sungai pinggir luar dan pengendapan pada kelokan tepi dalam. Kalau proses ini berlangsung lama akan mengakibatkan aliran sungai semakin bengkok. Pada kondisi tertentu bengkokan ini terputus, sehingga terjadinya danau bekas aliran sungai yang berbentuk tapal kuda atau oxbow lake. Pada tipe sungai kekelok proses pengendapan terakumulasi pada 5 (lima) bagian yang  berbeda, yaitu : saluran utama (Main Channel dan channel fills), gosong (point bar), tanggul alam (natural levee), dataran banjir (flood-plain), danau oxbow (oxbow lake).
Sedimen yang diendapkan pada saluran utama terdiri dari material yang umumnya berbutiran lebih kasar yang dapat berpindah hanya oleh aliran sungai dengan kecepatan maximum pada saat puncak banjir (peak flood). Butiran suspensi seperti lempung dan lanau terbawa lebih cepat dan diendapkan pada daerah floodplain. Endapan pada saluran utama terdiri dari reruntuhan dinding sungai yang roboh akibat pengikisan oleh aliran arus (Walker dan Cant, 1979 dalam Walker, 1992), yang lebih dikenal dengan lag deposits.  Karena saluran utama ini selalu bergerak (berpindah) dan pada dasar sungai selalu diendapkan butiran yang lebih kasar maka endapan ini merupakan dasar dari suatu gosong.
Gosong (point bar) terakumulasi pada sisi dalam kelokan sungai, umumnya terjadi ketika material di sisi luar bank tererosi. Pada bagian gosong, endapan yang terbentuk umumnya menghalus ke atas, dengan struktur silang siur dan “dunes” yang berkembang baik. Pada sungai kekelok tua kadang-kadang gosong yang telah terbentuk terpotong kembali oleh aliran akibat lekukan aliran yang sangat besar yang terjadi saat banjir. Hal ini bisa terjasi pada gosong yang mempunyai kemiringan lereng rendah dan mempunyai tingkat kelokan yang tinggi.
Tanggul alam (natural levee) adalah tanggul di kanan kiri sungai yang membatasi aliran sungai. Tanggul alam ini terbentuk bersamaan dengan terbentuknya aliran itu sendiri. Tanggul terbentuk selama banjir sedang yang hanya mencapai ketinggian sama dengan tebing sungai (channel bank). Dengan menurunnya kecepatan arus, terendapkanlah sedimen di sepanjang tebing sungai tersebut. Pada saat banjir berikutnya endapan baru akan terus terbentuk di atas tebing ini dan membentuk tanggul alam sehingga tanggul ini semakin lama semakin tinggi. Tinggi maksimum yang dibentuk oleh tanggul alam mengindikasikan permukaan air maksimum yang terjadi pada saat banjir. Pada umumnya endapan berbutir halus. Arus sewaktu banjir, juga akan menyebabkan terkikisnya endapan yang telah terbentuk pada gosong atau bahkan mengerosi tanggul alam dan memutuskannya. Sehingga air akan melimpah ke dataran bajir di kiri-kanan aliran sungai dan akan membentuk crevasse splays deposites. Crevasse ini akan membentuk pola dan sistem saluran tersendiri. Struktur sedimen yang berkembang antara lain grading, lapisan horisontal ripple cross bedding.
Dataran banjir (floodbasin) merupakan bagian terendah dari floodplain. Ukuran dan bentuk dari dataran banjir ini sangat tergantung dari sejarah perkembangan banji, tetapi umumnya berbentuk memanjang (elongate). Endapan dataran banjir (floodplain) biasanya terbentuk selama proses penggenangan (inundations). Umumnya Endapan dataran banjir ini didominasi oleh endapan suspensi seperti lanau dan lumpur, meskipun kadang-kadang muncul batupasir halus yang terendapkan oleh arus yang lebih kuat pada saat puncak banjir. Kecepatan pengendapannya pada umumnya sangat rendah, berkisar antara 1 dan 2 cm lapisan lanau-lempung per periode banjir (Reineck dan Singh, 1980). Endapannya mengisi daerah relatif datar pada sisi luar sungai dan kadang-kadang mengandung sisa tumbuhan serta terbioturbasikan oleh organisme-organisme.
Akibat proses pengikisan mendatar pada belokan sungai dan pengendapan yang terjadi di sisi lain mengakibatkan suatu saat dua buah kelokan aliran meander saling bertemu. Akibat dari peristiwa ini menyebabkan terjadinya aliran yang terputus yang menyerupai danau yang disebut oxbow lake .
Penampang vertikal dari endapan sungai kekelok dicirikan oleh runtunan batuan sedimen dalam setiap sekuen mempunyai besar butir menghalus ke arah atas.  Dasar atau alas setiap sekuen merupakan bidang erosi yang kemudian ditindih oleh lapisan yang berbutir kasar-sangat kasar. Pada bagian bawahnya (di atas bidang erosi) sangat umum dijumpai lag deposits tadi.  Fragmen dari lag deposits ini umumnya terdiri atas batulempung atau batuserpih yang merupakan hasil runtuhan tebing sungai. Pada bagian bawah sekuen ini sering terbentuk silang siur mangkok dan kemudian berubah jadi planar ke arah atas.  Bagian atasnya terdiri atas batuan berbutir halus (batuserpih, batulanau atau batulempung) dengan sisipan tipis batupasir. Struktur sedimen yang dijumpai umumnya berukuran kecil seperti laminasi, silang siur dan ripple mark. Bagian bawah dari sekuen yang berupa endapan berbutir kasar-sangat kasar merupakan hasil endapkan pada alur sungai, sedangkan endapan halus umumnya merupakan hasil endapan di daerah dataran banjir. Sisipan tipis batupasir pada bagian atas sekuen merupakan endapan limpahan banjir yang memotong tanggul alam. 
Sungai Teranyam (braided)
Sungai teranyam umumnya terdapat pada daerah datar dengan energi arus alirannya lemah dan batuan di sekitarnya lunak. Sungai tipe ini bercirikan debit air dan pengendapan sedimen tinggi. Daerah yang rata menyebabkan aliran dengan mudah belok karena adanya benda yang merintangi aliran sungai utama.
Tipe sungai teranyam dapat dibedakan dari sungai kekelok dengan sedikitnya jumlah lengkungan sungai, dan banyaknya pulau-pulau kecil di tengah sungai yang disebut gosong. Sungai teranyam akan terbentuk dalam kondisi dimana sungai mempunyai fluktuasi dischard besar dan cepat, kecepatan pasokan sedimen yang tinggi yang umumnya berbutir kasar, tebing mudah tererosi dan tidak kohesif (Cant, 1982). Biasanya tipe sungai teranyam ini diapit oleh bukit di kiri dan kanannya. Endapannya selain berasal dari material sungai juga berasal dari hasil erosi pada bukit-bukit yang mengapitnya yang kemudian terbawa masuk ke dalam sungai. Runtunan endapan sungai teranyam ini biasanya dengan pemilahan dan kelulusan yang baik, sehingga bagus sekali untuk batuan waduk (reservoir).
Umumnya tipe sungai teranyam didominasi oleh pulau-pulau kecil (gosong) berbagai ukuran yang dibentuk oleh pasir dan krikil.  Pola aliran sungai teranyam terkonsentrasi pada zona aliran utama. Jika sedang banjir sungai ini banyak material yang terbawa terhambat pada tengah sungai baik berupa batang pepohonan ataupun ranting-ranting pepohonan. Akibat sering terjadinya banjir maka di sepanjang bantaran sungai terdapat lumpur yang mengusai hampir di sepanjang bantaran sungai.
Struktur sedimen yang umum terbentuk adalah silang siur, gelembur gelombang dan ripple cross-lamination. Pada saat air surut terjadi silang siur dengan perkembangan pada gelembur gelombang dan perarian sejajar.  Hal ini terjadi pula pada permukaan bar. Pola pengendapan pada sungai teranyam pada skala kecil tidak terlihat pada beberapa pembacaan well log, karena saluran dan bar dapat berubah-ubah, pengendapan akan terlihat dengan secara acak dalam ukuran yang besar dan distribusi lateral  isi dari fragmen bar dan salluran tersebut.
Jika sungai sedang tidak dalam keadaan banjir maka yang terendapkan adalah butiran halus dengan laminasi di bagian atas dari kerikil. Sedangkan lempung banyak terbentuk pada bagian tanggul dari sungai. Diagram dari sungai teranyam, yang memperlihatkan jika semakin rendah energi arus aliran, maka terbentuklah gelembur gelombang (ripple) halus pada batuan pasir yang melaminasi di bagian atas.
Pada umumnya sungai teranyam dicirikan bar yang banyak dan besar pada sungai dengan ukuran yang sangat bervariasi. Bar ini dapat dibagi dalam:
1.     longitudinal
2.     linguoid
3.     tranverse 
Bar longitudinal atau di Indonesia disebut gosong adalah pulau ditengah sungai yang mempunyai sumbu panjang sejajar dengan arah aliran sungai. Endapan yang berbutir kasar biasanya tersebar di sekitar sumbu dan bagian bawah dari gosong. Besar butir endapan ini mengecil ke arah atas dan bawah dari gosong. Struktur sedimen yang umumnya terdapat pada gosong adalah lapisan mendatar yang tebal yang diendapkan dalam kondisi upper-flow regim.
Linguiod dan tranverse bars berada pada sudut garis potong ke arah alur sungai, keistimewaan karakteristik pasir pada aliran teranyam. Bentuk lobate atau rhombic Linguoid bars, dengan penurunan ketinggian paras muka sungai. Untuk transverse bars muncul akibat adanya riak air sungai yang besar sehingga dapat mengakibatkan banjir. Lateral bars, terdapat pada beberapa panjang tepi sungai, karena proses pengendapan dan erosi dan banjir pada setiap kali musim banjir yang ditimbulkan
Endapan sungai teranyam pada umumnya terdiri atas batu pasir kasar sampai krikil. Lumpur terendapkan pada bagian dasar aliran sungai. Pada longitudinal bar cenderung  mengubah krikil menjadi pasir. Endapan dari sungai teranyam bervariasi atas besarnya beban pengendapan yang terkirim, kedalaman dari air sungai dan variasi pembelokan aliran sungai. Umumnya proses pengendapan rangkaian facies vertikal juga tidak menunjukan perbedaan khusus .
Scott-type, umumnya terdiri dari batuan kasar, krikil-krikil dan sedikit adanya sisipan batuan pasir pada sepanjang penampang vertikal dari type ini. Model ini menunjukan sedikitnya perkembangan dari pengendapan batuan krikil. Donjek-type, model ini teridi dari variasi lapisan pengendapan pada sungai teranyam dengan campuran beban pasir dan kekrikil. Batuan berpasir banyak mendominasi pada Linguoid dan transverse bars. Pada penampang vertikal ini terlihat variasi dari ketebalan pembentukan lapisan. Platte-type, pengendapan tidak begitu nampak, sekalipun terindikasi adanya rangkaian pengendapan pada sebagian longitudinal bar dan superiposes linguoid bars dan ada sedit tanda berupa coal. Bijou Creek-type, karakteristik proses pengendapan oleh pengendapan superimposes flood sejak akumulasi arus air pada setiap kali terjadinya banjir.
Penampang tegak dari batuan berpasir untuk arus teranyam seperti ditunjukan pada. Rangkaian penampang ini berawal dari endapan yang menggosok permukaan lantai bawah (bed SS) menumpuk pada cross-bedding (bed A). Batuan pasir terlihat menumpuk pada lapisan di atas (bed B) dan adanya ketebalan besarnya planar tabular (bed C). Endapan memenuhi secara baik pada bagian atas saluran (bed D) dengan adanya isolasi (bed E) menumpuk pada lapisan tegak siltstone interbeded dengan batuan lumpur (bed F) dan yang terakhir batuan berpasir (bed G)
Pada sungai teranyam cenderung membentuk variasi kedalaman dari lebar sungai dan karena arah aliran dan energi sungai membentuk lag deposit pada lantai dasar sungai, pasir teralirkan pada bedload system. Kedalaman sungai teranyam berkisar 3 meter atau lebih dengan membentuk adanya crossbedding. Pengendapan sungai dengan adanya Flood stage dapat gosong membentuk channels beds, preserving flood stage sedimentary structure. Pada muka arus penampang sungai terjadi ripple lapisan pasir dengan gradasi mendatar pada lapisan atas sungai. Karena kaya akan mineral makanan maka pada sebagian bantaran sungai dan juga bekas luapan-luapan banjir maka akan tumbuh-tumbuhan akibat biji-bijian tumbuhan itu terbawa banjir oleh sungai dan  mengendap pada bantaran sungai. 
Sungai Anastomasing
Sungai anastomasing terjadi karena adanya dua aliran sungai yang bercabang-cabang, dimana cabang yang satu dengan cabang yang lain bertemu kembali pada titik dan kemudian bersatu kembali pada titik yang lain membentuk satu aliran. Energi alir sungai tipe ini rendah. Ada perbedaan yang jelas antara sungai teranyam dan sungai anastomosing. Pada sungai teranyam, aliran sungai menyebar dan kemudian bersatu kembali menyatu masih dalam lembah sungai tersebut yang lebar. Sedangkan untuk sungai anastomasing adalah beberapa sungai yang terbagi menjadi beberapa cabang sungai kecil dan bertemu kembali pada induk sungai pada jarak tertentu. Pada daerah onggokan sungai sering diendapkan material halus dan biasanya ditutupi oleh vegetasi.

Translate