ANALISA CEKUNGAN SEDIMEN
Pada perkembangan teori geosinklin, sebagian para ahli geologi berpikir bahwa batuan sedimen yang umumnya diendapkan di laut dangkal pada suatu geosinklin, dan terus mengalami subsiden. Sejalan dengan berkembangnya teori tektonik lempeng pada awal 1960an, pendapat itu mulai tersisih. Saat ini para ahli geologi menemukan berbagai jenis cekungan dengan berbagai mekanisme pembentukannya. Secara umum, titik berat perhatian pada analisa cekungan sedimen adalah pada tektonik global pembentukan cekungan dan berbagai proses yang mengontrolnya (termasuk perubahan muka laut, pasokan sedimen, dan penurunan cekungan).
Cekungan sedimen adalah suatu daerah
rendahan, yang terbentuk oleh proses tektonik, dimana sedimen terendapkan.
Dengan demikian cekungan sedimen merupakan depresi sehingga sedimen terjebak di
dalamnya. Depresi ini terbentuk oleh suatu proses nendatan (subsidence) dari
permukaan bagian atas suatu kerak. Berbagai penyebab yang menghasilkan
nendatan, di antaranya adalah: penipisan kerak, penebalan mantel litosper,
pembebanan batuan sedimen dan gunungapi, pembebanan tektonik, pembebanan
subkerak, aliran atenosper dan penambahan berat kerak. Dickinson (1993) dan
Ingersol dan Busby (1995) yang disarikan oleh Boggs (2001) memberikan
kemungkinan mekanisme nendatan kerak sebagai tertera dalam Tabel.
KLASIFIKASI CEKUNGAN SEDIMEN
Pembentukan cekungan sedimen erat hubungannya dengan gerakan kerak dan
proses tektonik yang dialami lempeng. Ingersol dan Busby (1995) menunjukkan
bahwa cekungan sedimen dapat terbentuk dalam 4 (empat) tataan tektonik:
divergen, intraplate, konvergen dan
transform). Menurut Dickinson, 1974 dan Miall, 1999; klasifikasi cekungan
sedimen dapat berdasarkan pada:
- tipe dari kerak dimana
cekungan berada,
- posisi cekungan terhadap tepi
lempeng,
- untuk cekungan yang berada
dekat dengan tepi lempeng, tipe interaksi lempeng yang terjadi selama
sedimentasi,
- Waktu pembentukan dan basin fill terhadap tektonik yang berlangsung,
- Bentuk cekungan.
Selley
(1988) memberikan klasifikasi cekungan sedimen secara sederhana seperti dalam
Tabel. , sedang Boggs (2001) membagi cekungan sedimen lebih rinci dan
lebih komplit.
Mekanisme penendatan disariakan dari
Dickinson (1993 dan Ingersol dan
Busby (1995)
Penipisan kerak (crustal thinning):
|
Perenggangan,
erosi selama pengangkatan, dan penarikan akibat magmatisme
|
Penebalan mantel litosper (mantle-lithospheric thickening):
|
Pendinginan
litosper yang diikuti penghentian perenggangan atau pemanasan akibat
peleburan adiabatik atau naiknya lelehan astenosper
|
Pembebanan batuan sedimen dan gunungapi (sedimentary and volcanic loading):
|
Kompensasi
isostatik lokal dari kerak dan perenggangan litosper regional, tergantung
kegetasan litosper, selama sedimentasi
dan kegiatan gunungapi
|
Pembenan tektonik (tectonic loading):
|
Kompensasi
isostatik lokal dari kerak dan perenggangan litosper regional, tergantung
kegetasan dibawah litosper, selama
pensesaran naik (overthrusting) dan/atau tarikan (underpulling)
|
Pembenan subkerak (subcrustal loading):
|
kelenturan
litosper selama underthrusting dari
litosper padat
|
Aliran astenosper (asthenospheric flow):
|
pengaruh
dinamik aliran astenosper, umumnya karena penunjaman litosper
|
Penambahan berat kerak (crustal
densification):
|
Peningkatan
berat jenis kerak akibat perubahan tekanan/ temperatur dan/atau pengalihan
tempat kerak berberat-jenis tinggi ke kerak berberat-jenis rendah
|
Klasifikasi cekungan sedimen (Selley, 1988)
PROSES
PENYEBAB
TERBENTUKNYA
|
TIPE
CEKUNGAN
|
TATAAN
TEKTONIK LEMPENG
|
Crustal sag
|
Cekungan intrakraton
|
Intra-plate collapse
|
Puntir (tension)
|
Epicratonic downward
Rift
|
Tepian lempeng pasif (passive plate margin)
Sea-floor spreading
|
Tekanan (compression)
|
Palung (trench)
Busur depan (fore-arc)
Busur belakang (back-arc)
|
Subduksi
(tepian lempeng aktif)
|
Wrenching
|
Strike-slip
|
Gerakan mendatar lempeng
|
Klasifikasi cekungan menurut Boggs (2001)
TATAAN TECTONIK
|
TIPE CEKUNGAN
|
Divergen
|
Rift: terrestrial rift
valleys; proto-oceanic rift valleys
|
Antar-lempeng
|
Cekungan beralaskan kerak benua/peralihan: cekungan intrakraton, paparan benua, sembulan benua (continental rises)
dan undak, pematang benua.
Cekungan beralaskan kerak samodra: cekungan samodra aktif, kepulauan samodra, dataran tinggi dan bukit
aseismik (aseismic rigde and plateau)
|
Konvergen
|
Cekungan akibat subduksi: palung, cekungan lereng palung, cekungan busur depan, cekungan intra-busur,
cekungan busur belakang.
Cekungan akibat tabrakan: cekungan retroac forels, peripheral
foreland basin, cekungan punggung
babi (piggyback basin), broken
forland
|
Tranform
|
Cekungan akibat sesar mendatar: cekungan transextensional,
transpressional, transrotaional
|
Hybrid
|
Cekungan akibat berbagai sebab: cekungan-cekungan intracontinental
wrench, aulacogen, impactogen, successor
|
Buku ini tidak
membahas secara rinci semua jenis cekungan sedimen, akan tetapi beberapa
cekungan yang dianggap penting di Indonesia akan dibahas secara singkat di
bawah ini (sebagian besar disarikan dari Boggs, 2001).
Cekungan Intrakraton (Intracratonic Basin)
Cekungan
intrakraton umumnya cukup besar terletak di tengah suatu benua
yang jauh dari tepian lempeng. Subsiden pada cekungan jenis ini umumnya
disebabkan oleh penebalan mantel-litosfir dan bembebanan oleh batuan sedimen
atau gunungapi (Boggs, 2001). Beberapa cekungan intrakraton ini diisi oleh
endapan klastika laut, karbonat, atau sedimen evaporit yang diendapkan mulai
dari laut epikontinental sampai darat. Cekungan tua jenis ini di antaranya
adalah Cekungan Amadeus dan Carpentaria di Australia, Cekungan Parana di
Amerika Latin, dan Cekungan Paris di Perancis. Sedangkan contoh cekungan modern
jenis ini adalah Cekungan Chad di Afrika.
Renggang (Rift)
Cekungan akibat
perenggangan ini umumnya sempit tetapi memanjang, dibatasi oleh lembah patahan. Ukuran berkisar dari beberapa km sampai sangat lebar seperti
pada Sistem Renggangan Afrika Timur, dimana mempunyai lebar 30-40 km dan
panjang hampir 300 km. Cekungan ini dapat terbentuk oleh berbagai tataan
tektonik, namun yang paling umum oleh divergen. Perenggangan lempeng benua
seperti antara Amerika Utara dan Eropa terjadi pada Trias menghasilkan Punggungan
Tengah Atlantik (Mid-Atlantic Ridge). Sistem renggangan pada Afrika Timur
merupakan contoh sistem renggangan modern.
Aulakogen (Aulacogen)
Aulakogen adalah
jenis khusus dari renggangan yang menyudut besar terhadap tepian benua, dimana
umumnya dianggap sebagai renggangan tetapi gagal dan kemudian diaktifkan
kembali selama tektonik konvergen. Palung yang sempit tapi
panjang dapat menggapai sampai kraton benua dengan sudut besar dari lajur
sesar. Sedimen yang mengisi cekungan jenis ini dapat berupa sedimen darat
(misalnya kipas aluvium), endapan paparan, dan endapan yang lebih dalam seperti
endapan turbit. Contoh aulakogen di antaranya Renggangan Reelfoot yang berumur
Paleozoik dimana Sungai Misisipi mengalir dan Palung Benue yang berumur Kapur
dimana Sungai Niger membelahnya.
Cekungan tepian benua
Cekungan tepian
benua dicirikan oleh kehadiran baji yang sangat besar dari sedimen yang ke arah
laut dibatasi oleh lereng landai dari benua dan sembulan. Ketidakterusan
struktur dijumpai di bawah sistem ini, antara kerak benua normal dan kerak
peralihan. Sedimen terendapkan pada sistem ini: pada paparan
berupa pasir neritik dangkal, lumpur, kabonat dan endapan evaporasi; pada
lerengan terdiri atas lumpur hemipelagik; dan pada sembulan benua berupa
endapan turbit. Cekungan renggangan (rift basin) dapat berhubungan dengan
cekungan tepian benua. Contoh yang baik dari cekungan jenis ini adalah pantai
Amerika dan bagian selatan-timur Kanada (Cekungan Blake Plateau, Palung Lembah
Baltimor, Cekungan George Bank dan Cekungan Nova Scotian) yang terbentuk pada
akhir Trias- awal Jura oleh renggangan dan terpisahnya Pangea. Beberapa
cekungan itu terpisahkan dari laut membentuk lapisan tebal dari endapan klastik
arkosik dan endapan lakustrin; berselingan dengan batuan gunungapi basa.
Cekungan yang lain berhubungan dengan laut, membentuk sedimen yang berkisar
dari endapan evaporit sampai delta, turbit, dan serpih hitam.
Cekungan berhubungan dengan subduksi
Subduksi
ditunjukkan dengan aktifnya tepian benus yang mana umumnya dicirikan oleh
adanya palung laut dalam, busur gunungapi aktif, rumpang parit-busur
(arc-trench gap) yang memisahkan ke duanya. Tataan subduksi
terjadi lebih banyak pada tepian benua dibandingkan pada besur samodra.
Sedimen
terendapkan pada sistem subduksi ini lebih dikuasai oleh endapan silisiklastik
yang umumnya berupa batuan gunungapi berasal dari busur gunungapi. Endapan ini
dapat berupa pasir dan lumpur yang terendapkan pada paparan, lumpur dan endapan
turbit terendapkan dalam air yang lebih dapam pada lereng, cekungan, dan parit. Sedimen pada parit dapat berupa endapan terigen yang terangkut
oleh arus turbit dari daratan, bersamaan dengan sedimen dari lempeng samodra
yang tersubduksikan. Ini umumnya membentuk kompleks akrasi. Batuan campuraduk
(melange) dapat terbentuk pada daerah akrasi ini, yang dicirikan oleh percampuran
dari batuan berbagai jenis yang tertanam pada masa dasar yang mengkilap
(sheared matrix).
Contoh yang baik dari sistem subduksi ini adalah subduksi Sumatra, Jepang,
Peru, Chili dan Amerika Tengah. Contoh cekungan busur muka purba di antaranya
adalah cekungan busur muka Great Valley, Kalifornia; Midland Valley, Inggris
dan Coastal range, Taiwan. Contoh cekungan busur belakang di antaranya terjadi
pada Jura Akhir – Awal Kapur terbentuk di belakang Busur Andean di Chili
selatan.
Cekungan berhubungan
patahan mendatar/transform
Patahan yang dapat membentuk cekungan ini adalah patahan mendatar yang
menoreh dalam kerak sampai membatasai dua lempeng yang berbeda (transform
fault) dan patahan yang terbatas dalam suatu lempeng dan hanya menoreh bagian
atas kerak (Sylvester, 1988). Cekungan yang berhubungan dengan patahan mendatar
regional terbentuk sepanjang punggung pemekaran, sepanjang batas patahan antar
lempeng, pada tepian benua dan daratan dalam lempeng benua. Gerakan sepanjang
patahan mendatar regional dapat membentuk berbagai cekungan nendatar
(pull-apart basin). Cekungan yang dibentuk karena patahan mendatar umumnya kecil,
garis tengahnya hanya beberapa puluh kilometer, walaupun ada beberapa yang
sampai 50 km. Karena patahan mendatar terbentuk pada berbagai tataan geologi,
cekungan ini dapat diisi sedimen laut maupun darat. Ketebalan sedimen cenderung
sangat tebal, karena kecepatan sedimentasi yang tinggi yang dihasilkan oleh
erosi dari daerah sekitarnya yang berelevasi tinggi, dan boleh jadi ditandai
dengan banyaknya perubahan fasies secara lokal. Di Indonesia Cekungan jenis ini
banyak terdapat sepanjang Patahan Sumatra.
TEKNIK ANALISA
CEKUNGAN
Sedimen yang mengisi suatu cekungan merupakan faktor yang sangat penting
untuk dipelajari dalam analisa cekungan sedimen yang bersangkutan. Sedimen
tersebut dipelajari bagaimana proses terbentuknya, sifat batuan dan aspek
ekonominya. Proses pembentukan sedimen meliputi pelapukan, erosi, transportasi
dan pengendapan, sifat-sifat fisik, kimia dan biologi batuan; lingkungan
pengendapan, dan posisi stratigrafi. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses
pengendapan dan sifat sedimen adalah:
- litologi batuan
induk, akan sangat mempengaruhi komposisi sedimen yang berasal dari batuan
tersebut;
- topografi dan
iklim dimana batuan induk berada, mempengaruhi kecepatan denudasi yang
menghasilkan sedimen yang kemudian diendapkan dalam cekungan;
- kecepatan
penurunan cekungan bersamaan dengan kecepatan kenaikan/penurunan muka
laut; dan
- ukuran dan bentuk
dari cekungan.
Analisa cekungan merupakan hasil interpretasi yang berdasarkan pada proses
sedimentasi, stratigrafi, fasies dan sistem pengendapan, peleoseanografi,
paleogeografi, iklim purba, analisa muka laut, dan petrografi/mineralogi (Klein,
1995; Boggs, 2001). Penelitian sedimentologi dan analisa cekungan sekarang ini
ditikberatkan pada analisa fasies sedimen, siklus subsiden, perubahan muka
laut, pola sirkulasi air laut, iklim purba, dan sejarah kehidupan.
Model pengendapan semakin meningkat digunakan untuk mengetahui lebih baik
tentang pengisian cekungan dan pengaruh berbagai parameter pengisian cekungan
seperti pasokan sedimen, besar butir, kecepatan penurunan cekungan, dan
perubahan muka laut.
Sebagai bahan untuk analisa cekungan, dibutuhkan berbagai data, mulai data
dari singkapan sampai data bawah permukaan. Data tersebut termasuk data hasil
pemboran dalam, studi polarisasi magnetik dan eksplorasi geofisika. Pembahasan
berikut ini secara singkat akan diketengahkan teknik analisa cekungan yang umum
dilakukan.
Penampang
Stratigrafi
Data lengkap dan akurat tentang sedimen dari singkapan maupun inti bor,
baik ketebalan maupun litologi setiap himpunan sedimen, merupakan hal yang
sangat penting untuk interpretasi sejarah bumi. Untuk menghimpun data tersebut
diperlukan pengukuran dan pemerian secara teliti dan akurat pada singkapan dan/atau
inti bor. Kegiatan menghimpun data ini jamak disebut pembuatan penampang
stratigrafi terukur, yang meliputi pemerian litologi, sufat-sifat perlapisan,
dan kenampakan lainnya dari batuan. Pemakaian teknik tertentu dalam melakukan
pengukuran penampang stratigrafi sangat tergantung pada kegunaan hasil
pengukuran dan keadaan singkapan diukur di alam. Kottlowski (1965) menunjukkan
beberapa cara dan peralatan untuk melakukan pembuatan penampang stratigrafi.
Sejumlah penampang stratigrafi dapat dipakai dalam pembuatan penampang
melintang stratigrafi yang sangat bermanfaat dalam korelasi stratigrafi,
interpretasi struktur dan perubahan fasies yang boleh jadi diikuti oleh
perubahan dari lingkungan dan arti ekonomis. Penampang melintang digambarkan
segai ilustrasi yang menggambarkan keadaan lokal dari suatu cekungan, sering
pula disiapkan dalam rangka pembuatan peta fasies, atau bahkan menggambarkan
runtunan stratigrafi seluruh cekungan. Pada umumnya penampang stratigrafi
menggambarkan dua demensi dari litologi dan/atau ciri struktur dari suatu unit
stratigrafi atau unit yang memotong suatu wilayah geografi.
Diagram Pagar
Informasi stratigrafi dapat pula disajikan dalam diagram pagar yang
menggambarkan pandangan tiga dimensi stratigrafi dari suatu daerah atau wilayah
tertentu. Dengan cara ini hubungan antar satuan stratigrafi dapat
dilihat dengan jelas. Sayangnya, bagian pagar depan akan menutup sebagian
belakangnya; sehingga menyulitkan pembuat untuk menyuguhkan gambar yang baik
dan jelas.
Peta Struktur
Untuk menggambarkan bentuk dan orientasi cekungan serta geometri pengisian
cekungan diperlukan peta struktur. Pada dasarnya, kontur pada peta ini adalah
kumpulan titik-titik yang mempunyai elevasi sama dari bagian atas atau bawah
suatu datum tertentu. Struktur lokal seperti antiklin dan sinklin dapat dengan
mudah dikenali pada peta jenis ini. Peta struktur ini sangat
berguna dalam eksplorasi baik hidrokarbon maupun mineral dan batubara. Dasar
cekungan dapat digambarkan dengan peta ini, apabila menggunakan datum bagian
bawah lapisan tertua pengisi cekungan yang bersangkutan. Dengan begitu
topografi purba dapat diinterpretasi dengan mudah.
Peta Isopak
Peta isopak adalah suatu peta yang konturnya menghubungkan titik-titik yang
mempunyai ketebalan sama dari suatu lapisan atau satuan batuan. Ketebalan
suatu satuan batuan tergantung dari kecepatan pasokan sedimen dan ruang yang
tersedia pada cekungan. Ruang pada cekungan merupakan fungsi dari geometri
cekungan dan kecepatan subsiden cekungan. Bagian yang menebal secara abnormal
merupakan pusat pengendapan, sebaliknya yang menipis abnormal adalah daerah
yang sebelum pengendapan merupakan tinggian atau sudah lebih banyak tererosi
setelah pengendapan. Dengan peta jenis ini dapat digambarkan keadaan cekungan
sebelum dan selama pengendapan, sehingga apabila dilakukan analisa peta isopak
untuk setiap satuan pada cekungan dimana mereka diendapkan, akan mendapatkan
informasi perubahan struktur cekungan dari waktu ke waktu.
Peta Paleogeologi
Peta paleogeologi adalah peta yang menggambarkan kondisi geologi tertentu
di bawah atau di atas suatu unit tertentu. Sebagai contoh, kita dapat mengupas semua
satuan batuan mulai dari unit stratigrafi tertentu untuk melihat satuan batuan
di bawah unit stratigrafi tertentu tersebut. Kemudian kita gambarkan peta
geologi di atas alas satauan batuan tersebut. Peta semacam ini disebut peta
superkrop (supercrop map). Dengan yang cara sama, satuan batuan di atas suatu
formasi atau tubuh batuan tertentu dapat pula digambarkan. Peta superkrop
umumnya dibuat pada batas ketidakselarasan, tetapi dapat pula dibuat pada suatu
satuan batuan yang mempunyai ciri tertentu. Manfaat peta jenis ini adalah untuk
interpretasi pola aliran purba, pola pengisian cekungan, pergeseran garis
pantai, penimbunan secara gradual dari paleotopografi.
Peta Litofasies
Peta fasies menggambarkan vareasi sifat litologi atau biolofi dari satuan
stratigrafi tertentu (Boggs, 2001). Peta fasies yang umum dipakai adalah peta
litofasies dimana menyajikan beberapa aspek komposisi dan tekstur batuan. Peta
litofasies yang umum dipakai adalah:
a. peta perbandingan klastik (clastic-ratio map) dan
b. peta litofasies tiga komponen.
Peta perbadingan klastik menunjukkan kontur dari perbandingan klastik yang
sebanding. Sedangkan perbandingan klastik adalah perbandingan dari jumlah
kumulatif ketebalan endapan klastik dan jumlah kumulatif endapan non-klastik,
sebagai contoh:
(konglomerat + batupasir + serpih)
------------------------------------------
(batugamping + dolomit + evaporit + batubara)
Peta jenis ini sangat bermafaat untuk melihat hubungan litologi dengan tepi
cekungan dimana sedimen tersebut diendapkan. Tentu saja bagian yang nilai
perbandingan klastiknya relatif tinggi menunjukan bagian tersebut dekat dengan
asal batuan atau sangat mungkin tepi cekungan. Sedangkan bagian yang nilai
perbandingan klastiknya rendah menunjukkan bagian tersebut relatif jauh dari
tepi cekungan. Dengan peta ini juga dapat diketahui arah tranportasi sedimen secara
regional dalam cekungan itu.
Peta litofasies tiga komponen menyajikan rata-rata atau pola kelimpahan
relatif dalam suatu satuan stratigrafi dari tiga komponen litofasies (Boggs,
2001).
Analisa Arus Purba
Analisa arus purba adalah suatu teknik yang digunakan untuk mengetahui arah
aliran dari arus purba pembawa sedimen ke dalam suatu cekungan pengendapan
(Boggs, 2001). Tentu saja, dengan teknik ini akan diketahui juga arah
kemiringan lereng purba baik lokal maupun secara regional dan sekaligus asal
dari sedimen yang terendapkan.
Analisa arus purba dapat dilakukan dengan mempelajari secara mendalam dari
berbagai struktur sedimen, seperti silang siur, alur sungai, dan ripple mark.
Geometri dan kecenderungan dari suatu unit batuan sering dapat membantu untuk
interpretasi lingkungan pengendapan dan arah arus purba. Orientasi dari
kepingan batuan berbutir besar (seperti kerakal dan brangkal), ketebalan
lapisan, vareasi litologi dalam suatu lapisan dapat dipakai untuk interpretasi
arah arus purba dan lokasi asal atau sumber batuan.
Studi Provenan
(Asalmuasal) Batuan
Komposisi dari suatu batuan sedimen klastika yang mengisi suatu cekungan
sangat dipengaruhi oleh komosisi batuan sumbernya. Komposisi itu tentu saja
juga dipengaruhi oleh pelapukan dan iklim daerah yang bersangkutan. Studi
provenan meliputi: (a) Komposisi litologi dari asal batuan, (b) tataan tektonik
dari daerah asal batuan, dan (c) iklim, topografi, dan kemiringan daerah asal
batuan (Boggs, 2001).
Vareasi litologi dari batuan asal dipelajari dari berbagai jenis mineral
dan kepingan batuan yang dijumpai pada suatu batuan sedimen klastika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar