Indonesia merupakan salah satu Negara dengan penduduk terbesar di dunia, oleh sebab itu kebutuhan akan sumber daya energi merupakan salah satu masalah yang sering muncul. Selama ini energi yang sering digunakan berupa energi berbahan bakar fosil yang mana ketersediaanya terbatas, oleh sebab itu solusi energi alternatif yang kurang dimanfaatkan kiranya perlu dikembangkan. Di tinjau dari kondisi geologinya yang merupakan daerah dengan gunungapi yang banyak, maka sangat mungkin daerah ini dikembangkan energi panas bumi.
Energi panas bumi sendiri, adalah energi panas yang tersimpan dalam batuan di bawah permukaan bumi dan fluida yang terkandung didalamnya. Saat ini energi panas bumi telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik di 24 Negara, termasuk Indonesia. Disamping itu fluida panas bumi juga dimanfaatkan untuk sektor non‐listrik di 72 negara, antara lain untuk pemanasan ruangan, pemanasan air, pemanasan rumah kaca, pengeringan hasil produk pertanian, pemanasan tanah, pengeringan kayu, kertas dll.
Terjadinya sumber energi panasbumi di Indonesia serta karakteristiknya dijelaskan oleh Budihardi (1998) sebagai berikut. Ada tiga lempengan yang berinteraksi di Indonesia, yaitu lempeng Pasifik, lempeng India‐Australia dan lempeng Eurasia. Tumbukan yang terjadi antara ketiga lempeng tektonik tersebut telah memberikan peranan yang sangat penting bagi terbentuknya sumber energi panas bumi di Indonesia Tumbukan antara lempeng India‐ Australia di sebelah selatan dan lempeng Eurasia di sebelah utara mengasilkan zona penunjaman (subduksi) di kedalaman 160 ‐ 210 km di bawah Pulau Jawa ‐Nusatenggara dan di kedalaman sekitar 100 km (Rocks et. al, 1982) di bawah Pulau Sumatera. Hal ini menyebabkan proses magmatisasi di bawah Pulau Sumatera lebih dangkal dibandingkan dengan di bawah Pulau Jawa atau Nusatenggara. Karena perbedaan kedalaman jenis magma yang dihasilkannya berbeda. Pada kedalaman yang lebih besar jenis magma yang dihasilkan akan lebih bersifat basa dan lebih cair dengan kandungan gas magmatik yang lebih tinggi sehingga menghasilkan erupsi gunung api yang lebih kuat yang pada akhirnya akan menghasilkan endapan vulkanik yang lebih tebal dan terhampar luas. Oleh karena itu, reservoir panas bumi di Pulau Jawa umumnya lebih dalam dan menempati batuan volkanik, sedangkan reservoir panas bumi di Sumatera terdapat di dalam batuan sedimen dan ditemukan pada kedalaman yang lebih dangkal.
Sistem panas bumi di pulau Sumatera umumnya berkaitan dengan kegiatan gunungapi andesitis-riolitis yang disebabkan oleh sumber magma yang bersifat lebih asam dan lebih kental, sedangkan di Pulau Jawa, Nusatenggara, dan Sulawesi umumnya berasosiasi dengan magma bersifat andesitis-basaltis dengan sumber magma yang lebih cair. Karakteristik geologi untuk daerah panas bumi diujung utara Sulawesi memperlihatkan kesamaan karakteristik dengan Pulau Jawa.
Akibat dari sistem penunjaman yang berbeda, tekanan atau kompresi yang dihasilkan oleh tumbukan miring (oblique) antara lempeng India-Australia dan lempeng Eurasia menghasilkan sesar regional yang memanjang sepanjang Pulau Sumatera yang menjadi jalan atau sarana kemunculan sumber-sumber panas bumi yang berkaitan dengan gunung-gunung api muda. Kesimpulan lebih lanjut sistem panas bumi di Pulau Sumatera umumnya lebih dikontrol oleh sistem patahan regional sesar Sumatera (sesar Semangko), sedangkan untuk daerah Jawa dan Sulawesi lebih dikontrol oleh sesar-sesar lokal oleh sistem depresi kaldera yang terbentuk karena akibat letusan gunung api dan perpindahan materialnya yang cukup intensif.
Pustaka
Pertamina, 1998. Geokronologi dan Evolusi Volkanik daerah Wayang-Windu, Jawa Barat, Geothermal Division, 81, Laporan tak terbit.
Bronto, 2006. Potensi sumber daya geologi daerah Cekungan Bandung dan sekitarnya. Jurnal Geologi Indonesia.
Neni Saptadji. Sekilas tentang panas bumi. Institute Teknologi Bandung.