Endapan mineral epitermal telah menerima
banyak perhatian di dunia oleh karena dapat di eksploitasi secara ekonomis dan tersedia
banyak dibantingkan dengan sumber daya logam mulia lainnya. Secara geologi,
endapan ini relatif mudah di temukan, karena secara ganesa endapan epitermal
ini kadanya rendah dan secara umum telah diketahui keberadaanya. Oleh karena
secara ganesa dan ekonomis endapan epitermal ini signifikan tetapi cadangannya
masih bersatu dengan cadangan kadar tinggi yang telah ada. Secara ekonomi harga
emas-perak naik relatif terhadap ongkos operasi penambangan emas. Hal ini
disebabkan karena cadangan emas yang kadanya rendah telah dapat diekploitasi
secara komersil dan pengaruhnya adalah terjadinya revitalisasi cadangan emas
yang terlah ada.
Gambar 1. Skema
penampang ilustrasi setting geologi dan hidrogeologi umum daerah endapan
epitermal (Taylor,
1996)
Endapan epitermal logam dasar dan mulia
banyak macamnya mencerminkan perbedaan tektonik, batuan beku dan kedudukan
strukturnya dimana mereka terbentuk dan melibatkan banyak proses didalam
pembentukkannya. Kebanyakan dari endapan epitermal terbentuk dalam suatu lebel
kerak bumi yang dangkal, dimana perubahan tiba-tiba dalam kondisi fisik dan
kimianya menghasilkan ubahan hidrotermal (White dan Hedenquist, 1990).
Lindgren (1933) mendefinisikan istilah
“epitermal” dari pengamatan mineralogi dan teksturnya, dan ia menyimpulkan
kondisi temperatur dan tekannya (kedalammnya) untuk style (bentuk) mineralisasi
ini. Walaupun penafsiran dari pengamatanya tidak mengubah secara substansial,
pemahaman kita mengenai lingkungan epitermal yang sekarang telah berkembang
sebagai hasil dari suatu pengamatan dasar yang semakin maju.
Definisi
Endapan
epitermal adalah hasil dari sistem hidrotermal yang berskala besar dari
lingkungan vulkanik. Dalam suatu sumber panas magmatik suatu sumber air tanah
dalam, atau air meteorik, metal dan penurunan sulfur dan zona - zona rekahan
yang regas di kerak bumi bagian atas adalah unsur - unsur yang paling penting.
Karena unsur - unsur ini tersedia sepanjang sejarah kerak bumi. Pencampuran
material-material ini menyebabkan terbentuknya endapan-endapan emas epitermal. Endapan
emas epitermal dilingkungan batuan vulkanik adalah hampir selalu berasosiasi
dengan batuan vulkanik cal-alkaline
dan batuan intrusi, beberapa memperlihatkan suatu hubungan yang erat dengan
batuan vulkanik alkali.
Kata
epitermal mengacu kepada endapan yang terbentuk pada temperatur rendah dan
kedalaman yang dangkal. Istilah epitermal diperoleh dari pengamatan yang
dilakukan oleh Lindgren (1933) terhadap mineralogi dari bijih dan tipe-tipe
alterasi di batuan, dan tekstur dari mineral-mineral bijih yang terbentuk serta
alterasi bawaannya. Dari pengamatan tersebut diperoleh interpretasi mengenai
suhu pembentukan endapan dan kedalaman pembentukannya. Menurut White (2009)
endapan epitermal dapat diketahui berdasarkan:
-
Karakteristik mineral dan teksturnya
-
Mineralogi alterasi hidrotermal dan zona
pembentukannya
Proses Epithermal
Secara lebih detailnya
endapan epitermal terbentuk pada kedalaman dangkal hingga 1000 meter dibawah
permukaan dengan temperatur relatif rendah (50-200)0C dengan tekanan tidak
lebih dari 100 atm dari cairan meteorik dominan yang agak asin (Pirajno, 1992).
Tekstur penggantian
(replacement) pada mineral tidak menjadi ciri khas karena jarang terjadi.
Tekstur yang banyak dijumpai adalah berlapis (banded) atau berupa fissure
vein. Sedangkan struktur khasnya adalah berupa struktur pembungkusan (cockade
structure). Asosiasi pada endapan ini berupa mineral emas (Au) dan perak
(Ag) dengan mineral penyertanya berupa mineral kalsit, mineral zeolit dan
mineral kwarsa. Dua tipe utama dari endapan ini adalah low
sulphidation dan high sulphidation yang dibedakan terutama
berdasarkan pada sifat kimia fluidanya dan berdasarkan pada alterasi dan
mineraloginya.
Endapan epithermal
umumnya ditemukan sebagai sebuah pipe seperti zona dimana batuan mengalami
breksiasi dan teralterasi atau terubah tingkat tinggi. Veins juga ditemukan,
khususnya sepanjang zona patahan., namun mineralisasi vein mempunyai tipe tidak
menerus (discontinuous)
Pada daerah volcanic,
sistem epithermal sangat umum ditemui dan seringkali mencapai permukaan,
terutama ketika fluida hidrothermal muncul (erupt) sebagai geyser dan fumaroles.
Banyak endapan mineral epitermal tua menampilkan fossil ‘roots’ dari sistem
fumaroles kuno. Karena mineral - mineral tersebut berada dekat permukaan, proses
erosi sering mencabutnya secara cepat, hal inilah mengapa endapan mineral epitermal
tua relatif tidak umum secara global. Kebanyakan dari endapan mineral
epithemal berumur Mesozoic atau lebih muda.
Mineralisasi epitermal
memiliki sejumlah fitur umum seperti hadirnya kalsedonik quartz, kalsit, dan
breksi hidrotermal. Selain itu, asosiasi elemen juga merupakan salah satu ciri
dari endapan epitermal, yaitu dengan elemen bijih seperti Au, Ag, As, Sb, Hg,
Tl, Te, Pb, Zn, dan Cu. Tekstur bijih yang dihasilkan oleh endapan epitermal
termasuk tipe pengisian ruang terbuka (karakteristik dari lingkungan yang
bertekanan rendah), krustifikasi, colloform banding dan struktur
sisir. Endapan yang terbentuk dekat permukaan sekitar 1,5 km dibawah permukaan
ini juga memiliki tipe berupa tipe vein, stockwork dan diseminasi. Dua tipe
utama dari endapan ini adalah low
sulphidation dan high
sulphidation yang dibedakan terutama berdasarkan pada sifat kimia
fluidanya dan berdasarkan pada alterasi dan mineraloginya (Hedenquist et al.,
1996:2000 dalam Chandra,2009).
Ransome (1907) (dalam Hedenquist et al, 2000)
menemukan dari pengamatan yang dijumpai pada endapan-endapan di sekitar kolam
air panas dan fumarol pada gunung api, dimana dia menyimpulkan bahwa
endapan yang terbentuk pada kondisi
reduksi dengan pH air netral disebut sebagai pembawa endapan-endapan sulfidasi rendah sedangkan
kondisi asam dan teroksidasi disebut
sebagai pembawa endapan-endapan
sulfidasi tinggi. Terdapat asosiasi mineral-mineral tertentu yang dapat
digunakan sebagai penciri tipe-tipe endapan sulfidasinya. Endapan sulfidasi
rendah dicirikan oleh adanya asosiasi mineral-mineral sulfida seperti
pirit-pirortit-arsenopirit-sfalerit(kaya akan Fe) sedangkan sulfidasi tinggi
dicirikan oleh asosiasi mineral-mineral enargite-luzonit-kovelit-kelimpahan
mineral pirit. White dan Hedenquist (1995) di dalam White (2009),
mengklasifikasikan kedua jenis endapan tersebut sebagai berikut :
Tabel
2. Asosiasi mineral bijih pada endapan epithermal (White dan Hedenquist, 1995)
di dalam White(2009)
Tabel 3.
Asosiasi
mineral-mineral sekunder pengisi gangue (White dan Hedenquist, 1995) di dalam
White (2009)
Dengan
memahami asosiasi mineral bijih, mineral sekunder dan zona-zona tekstur pada
urat di batuan maka dapat digunakan sebagai alat interpretasi lingkungan
terbentuknya urat (Buchanan, 1981). Seperti yang terlihat pada gambar berikut :
Dibawah ini digambarkan
ciri-ciri umum endapan epitermal (Lingren, 1933 dalam Sibarani,2008)):
- Suhu relatif rendah (50-250°C) dengan salinitas bervariasi antara 0-5 wt.%
- Terbentuk pada kedalaman dangkal (~1 km)
- Pembentukan endapan epitermal terjadi pada batuan sedimen atau batuan beku, terutama yang berasosiasi dengan batuan intrusiv dekat permukaan atau ekstrusif, biasanya disertai oleh sesar turun dan kekar.
- Zona bijih berupa urat-urat yang simpel, beberapa tidak beraturan dengan pembentukan kantong-kantong bijih, seringkali terdapat pada pipa dan stockwork. Jarang terbentuk sepanjang permukaan lapisan, dan sedikit kenampakan replacement (penggantian).
- Logam mulia terdiri dari Pb, Zn, Au, Ag, Hg, Sb, Cu, Se, Bi, U
- Mineral bijih berupa Native Au, Ag, elektrum, Cu, Bi, Pirit, markasit, sfalerit, galena, kalkopirit, Cinnabar, jamesonite, stibnite, realgar, orpiment, ruby silvers, argentite, selenides, tellurides.
- Mineral penyerta adalah kuarsa, chert, kalsedon, ametis, serisit, klorit rendah-Fe, epidot, karbonat, fluorit, barite, adularia, alunit, dickite, rhodochrosite, zeolit
- Ubahan batuan samping terdiri dari chertification (silisifikasi), kaolinisasi, piritisasi, dolomitisasi, kloritisasi
- Tekstur dan struktur yang terbentuk adalah Crustification (banding) yang sangat umum, sering sebagai fine banding, vugs, urat terbreksikan.
Karakteristik umum dari endapan
epitermal (Simmons et al, 2005 dalam Sibarani, 2008) adalah:
- Jenis air berupa air meteorik dengan sedikit air magmatik
- Endapan epitermal mengandung mineral bijih epigenetic yang pada umumnya memiliki batuan induk berupa batuan vulkanik.
- Tubuh bijih memiliki bentuk yang bervariasi yang disebabkan oleh kontrol dan litologi dimana biasanya merefleksikan kondisi paleo-permeability pada kedalaman yang dangkal dari sistem hidrotermal.
- Sebagian besar tubuh bijih terdapat berupa sistem urat dengan dip yang terjal yang terbentuk sepanjang zona regangan. Beberapa diantaranya terdapat bidang sesar utama, tetapi biasanya pada sesar-sesar minor.
- Mineral gangue yang utama adalah kuarsa sehingga menyebabkan bijih keras dan realtif tahan terhadap pelapukan.
- Kandungan sulfida pada urat relatif sedikit (<1 s/d 20%).
Potensi
Dan Keberadaan Endapan Epithermal
Jenis endapan epitermal
yang terletak 500 m bagian atas dari suatu sistem hidrotermal ini merupakan
zone yang menarik dan terpenting. Disini terjadi perubahan-perubahan suhu dan
tekanan yang maksimum serta mengalami fluktuasi-fluktuasi yang paling cepat.
Fluktuasi-fluktuasi tekanan ini menyebabkan perekahan hidraulik (hydraulic
fracturing), pendidihan (boiling), dan perubahan-perubahan hidrologi sistem
yang mendadak. Proses-proses fisika ini secara langsung berhubungan dengan
proses-proses kimiawi yang menyebabkan mineralisasi
Terdapat suatu kelompok
unsur-unsur yang umumnya berasosiasi dengan mineralisasi epitermal, meskipun
tidak selalu ada atau bersifat eksklusif dalam sistem epitermal. Asosiasi
klasik unsur-unsur ini adalah: emas (Au), perak (Ag), arsen (As), antimon (Sb),
mercury (Hg), thallium (Tl), dan belerang (S).
Dalam endapan yang
batuan penerimanya karbonat (carbonat-hosted deposits), arsen dan belerang
merupakan unsur utama yang berasosiasi dengan emas dan perak (Berger, 1983),
beserta dengan sejumlah kecil tungsten/wolfram (W), molybdenum (Mo), mercury
(Hg), thallium (Tl), antimon (Sb), dan tellurium (Te); serta juga fluor (F) dan
barium (Ba) yang secara setempat terkayakan.
Dalam endapan yang
batuan penerimanya volkanik (volcanic-hosted deposits) akan terdapat pengayaan
unsur-unsur arsen (As), antimon (Sb), mercury (Hg), dan thallium (Tl); serta
logam-logam mulia (precious metals) dalam daerah-daerah saluran fluida utama, sebagaimana
asosiasinya dengan zone-zone alterasi lempung. Menurut Buchanan (1981),
logam-logam dasar (base metals) karakteristiknya rendah dalam asosiasinya
dengan emas-perak, meskipun demikian dapat tinggi pada level di bawah
logam-logam berharga (precious metals) atau dalam asosiasi-nya dengan
endapan-endapan yang kaya perak dimana unsur mangan juga terjadi. Cadmium (Cd),
selenium (Se) dapat berasosiasi dengan logam-logam dasar; sedangkan fluor (F),
bismuth (Bi), tellurium (Te), dan tungsten (W) dapat bervariasi tinggi
kandungannya dari satu endapan ke endapan yang lainnya; serta boron (B) dan
barium (Ba) terkadang terkayakan.Mineral-mineral ekonomis yang dihasilkan dari
epitermal antara lain Au, Ag, Pb, Zn, Sb, Hg, arsenopirit, pirit, garnet,
kalkopirit, wolframit, siderit, tembaga, spalerite, timbal, stibnit, katmiun,
galena, markasit, bornit, augit, dan topaz.
Berikut ini adalah
beberapa contoh logam hasil dari endapan epitermal yang memiliki nilai ekonomi
yang tinggi, antara lain: Emas (Au) dan Perak (Ag).
- Emas
Emas adalah unsur
kimia dalam tabel
periodik yang memiliki simbol Au (bahasa
Latin: 'aurum') dan nomor
atom 79.
Sebuah logam transisi (trivalen
dan univalen) yang lembek, mengkilap, kuning, berat, "malleable", dan
"ductile". Emas tidak bereaksi dengan zat kimia lainnya tapi
terserang oleh klorin, fluorin dan aqua
regia. Logam ini banyak terdapat dinugget emas atau
serbuk di bebatuan dan di deposit alluvial dan
salah satu logam coinage.Kode
ISOnya adalah XAU. Emas melebur dalam bentuk cair
pada suhu sekitar 1000 derajat celcius.
Emas merupakan logam
yang bersifat lunak dan mudah
ditempa, kekerasannya berkisar antara 2,5 – 3 (skala Mohs), serta berat
jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan logam lain yang berpadu dengannya.
Mineral pembawa emas biasanya berasosiasi dengan mineral ikutan
(gangue minerals). Mineral ikutan tersebut umumnya kuarsa, karbonat, turmalin, flourpar,
dan sejumlah kecil mineral non logam.
Mineral pembawa emas juga berasosiasi dengan endapan sulfida yang telah
teroksidasi. Mineral pembawa emas terdiri dari emas nativ, elektrum, emas
telurida, sejumlah paduan dan senyawa emas dengan unsur-unsur belerang,
antimon, dan selenium. Elektrum sebenarnya jenis lain dari emas nativ, hanya
kandungan perak di dalamnya >20% (Sutarto, 2004).
Sebagian besar endapan
emas di Indonesia dihasilkan jenis endapan epitermal. Endapan emas tipe ini
umumnya didapatkan dalam bentuk urat, baik dalam urat kuarsa maupun dlam urat
bentuk karbonat yang terbentuk dalam suhu 150-3000C dengan pH sedikit asam atau
mendekati netral Urat-urat tersebut terbentuk oleh hasil aktifitas hidrotermal
yang berada di sekitar endapan porfiri. Dimana emas, perak, tembaga, wolfram,
dan timah terdapat dalam endapan ini (Sukandarrumidi, 2007).
Kebanyakan
emas epitermal terdapat dalam vein-vein yang berasosiasi dengan Alterasi
Quartz-Illite yang menunjukkan pengendapan dari fluida-fluida dengan pH
mendekati netral (Fluida-fluida Khlorida Netral) Dalam alterasi dan
mineralisasi dengan jenis fluida ini, emas dijumpai dalam vein, veinlet, breksi
ekplosi atau breksi hidrotermal, dan stockwork atau stringer Pyrite+Quartz yang
berbentuk seperti rambut (hairline)
Emas epitermal juga
terdapat dalam Alterasi Advanced-Argillic dan alterasi-alterasi sehubungan yang
terbentuk dari Fluida-fluida Asam Sulfat. Dalam alterasi dan mineralisasi
dengan jenis fluida ini, emas dijumpai dalam veinlet, batuan-batuan silika
masif, atau dalam rekahan-rekahan atau breksi-breksi dalam batuan.
Proses terbentuknya
emas endapan epitermal dapat diuraikan sebagai berikut: emas diangkut oleh
larutan hidrotermal yang kaya akan ligand HS- dan OH-. Ligan ini
mengangkut emas hingga ke tempat pengendapannya. Kehadiran breksi hidrotermal
merupakan salah satu cirri adanya proses pendidihan pada larutan hidrotermal.
Pendidihan terjadi karena ada pertemuan antara larutan yang bersuhu tinggi
(hidrotermal) dengan larutan yang bersuhu rendah (larutan meteoric). Selama
proses pendidihan ini tekanan menjadi semakin besar sehingga mengancurkan
dinding batuan yang dilalui larutan hidrotermal. Akibat proses pendidihan
tersebut, yaitu hilangnya gas H2S, terjadi peningkatan pH dan penurunan suhu.
Ketiga proses tersebut dapat mengantarkan emas pada batuan sehingga kadar emas
primer tinggi biasanya dijumpai di breksi hidrotermal (Sukandarrumidi, 2007).
- Perak
Dijumpai sebagai unsur
(perak murni) atau sebagai senyawa. Sebagai perak murni (Ag) mempunyai
sifat; Kristal-kristal berkelompok tersusun sejajar, menjarum, atau menjaring,
kadang berupa sisik, kilap logam. Dalam bentuk mineral didapatkan sebagai
argentite, cerrargirit, miagirit, dan proustit (Sukandarrumidi, 2007).
Perak biasanya berasosiasi dengan pirit, tembaga, emas, kalsit, dan nikel.
Perak terbentuk dari reduksi sulfide pada bagian bawah endapan Ag, Zn, dan Pb.
Terkadang juga terbentuk sebagai endapan primer urat epitermal berasosiasi
dengan kalsit (temperature rendah) (Sutarto, 2004). Kandungan perak pada
beberapa mineral dapat mencapai perak murni (100%), argentite (87%), prousite
(65%), miagrite (36%), dan dalam kandungan emas (28%).
Endapan perak yang
dihasilkan dari endapan emas kurang lebih 75% didapatkan sebagai hasil samping
dari pengolahan bijih emas, nikel dan tembaga. Endapan perak dapat berupa
endapan pengisian dan endapan penggantian, serta pengayaan sulfide. Kebanyakan
endapan perak didunia dihasilkan dari dari hidrotermal tipe fissure
filling (Sukandarrumidi, 2007).
Tabel
4. Contoh daerah dengan endapan epitermal high sulfidasi (kiri), dan low
sulfidasi (kanan)
DAFTAR PUSTAKA
Corbett,
G,J., T.M. Leach. 1996. Southwest Pacific Rim gold/copper systems : structure,
alteration, and mineralization . A workshop presented for the Society of
Exploration Geochemists at Townville, 145pp.
Hedenquist,
J. W., Arribas, A. R., dan Urien E. G., 2000, Exploration for Epithermal Gold
deposits, Economic Geology, vol. 13, p. 245-277.
Taylor, H.P., Jr., 1973,
O18/O16 evidence for meteoric-hydrothermal alteration and ore deposition in the
Tonopah, Comstock Lode, and GoldfieldMining Districts, Nevada: Economic
Geology, v. 68, p. 747-764.
Sibarani, August P., 2008, Studi MikroskopiUntuk Verifikasi Hasil Analisis XRDDan Analisis Tekstur Pada Sampel Urat Ciurug Endapan Epitermal PongkorIndonesia,Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Pertambangan Dan Perminyakan, ITB
Sibarani, August P., 2008, Studi MikroskopiUntuk Verifikasi Hasil Analisis XRDDan Analisis Tekstur Pada Sampel Urat Ciurug Endapan Epitermal PongkorIndonesia,Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Pertambangan Dan Perminyakan, ITB