Volcano

Belajar Geologi

Collumnar Jointing

Belajar Geologi

Danxia Landform

Belajar Geologi

Pendakian Merbabu

Belajar Geologi

Pumice

Belajar Geologi

Analisa Cekungan

Belajar Geologi

Endapan Epitermal

Belajar Geologi

Mikrodiorit

Belajar Geologi

Sabtu, 27 September 2014

Lingkungan Sungai

LINGKUNGAN SUNGAI
Berdasarkan morfologinya sistem sungai dikelompokan menjadi 4 tipe sungai, sungai lurus (straight), sungai teranyam (braided), sungai anastomasing, dan sungai kekelok (meandering).
Sungai Lurus (Straight)
Sungai lurus umumnya berada pada daerah bertopografi terjal mempunyai energi aliran kuat atau deras. Energi yang kuat ini berdampak pada intensitas erosi vertikal yang tinggi, jauh lebih besar dibandingkan erosi mendatarnya.  Kondisi seperti itu membuat sungai jenis ini mempunyai kemampuan pengendapan sedimen kecil, sehingga alirannya lurusnya tidak berbelok-belok atau low sinuosity . Karena kemampuan sedimentasi yang kecil inilah maka sungai tipe ini jarang yang meninggalakan endapan tebal. Sungai tipe ini biasanya dijumpai pada daerah pegunungan, yang mempunyai topografi tajam. Sedimen sungai lurus ini sangat jarang dijumpai dan biasanya dijumpai pada jarak yang sangat pendek.
Sungai Kekelok (meandering)
Sungai kekelok adalah sungai yang alirannya berkelok-kelok atau berbelok-belokLeopold dan Wolman (1957) menyebut sungai meandering jika sinuosity-nya lebih dari 1.5. Pada sungai tipe ini erosi secara umum lemah sehingga pengendapan sedimen kuat. Erosi horisontalnya lebih besar dibandingkan erosi vertikal, perbedaan ini semakin besar pada waktu banjir. Hal ini menyebabkan aliran sungai sering berpindah tempat secara mendatar. Ini terjadi karena adanya pengikisan horisontal pada tepi sungai oleh aliran air utama yang pada daerah kelokan sungai pinggir luar dan pengendapan pada kelokan tepi dalam. Kalau proses ini berlangsung lama akan mengakibatkan aliran sungai semakin bengkok. Pada kondisi tertentu bengkokan ini terputus, sehingga terjadinya danau bekas aliran sungai yang berbentuk tapal kuda atau oxbow lake. Pada tipe sungai kekelok proses pengendapan terakumulasi pada 5 (lima) bagian yang  berbeda, yaitu : saluran utama (Main Channel dan channel fills), gosong (point bar), tanggul alam (natural levee), dataran banjir (flood-plain), danau oxbow (oxbow lake).
Sedimen yang diendapkan pada saluran utama terdiri dari material yang umumnya berbutiran lebih kasar yang dapat berpindah hanya oleh aliran sungai dengan kecepatan maximum pada saat puncak banjir (peak flood). Butiran suspensi seperti lempung dan lanau terbawa lebih cepat dan diendapkan pada daerah floodplain. Endapan pada saluran utama terdiri dari reruntuhan dinding sungai yang roboh akibat pengikisan oleh aliran arus (Walker dan Cant, 1979 dalam Walker, 1992), yang lebih dikenal dengan lag deposits.  Karena saluran utama ini selalu bergerak (berpindah) dan pada dasar sungai selalu diendapkan butiran yang lebih kasar maka endapan ini merupakan dasar dari suatu gosong.
Gosong (point bar) terakumulasi pada sisi dalam kelokan sungai, umumnya terjadi ketika material di sisi luar bank tererosi. Pada bagian gosong, endapan yang terbentuk umumnya menghalus ke atas, dengan struktur silang siur dan “dunes” yang berkembang baik. Pada sungai kekelok tua kadang-kadang gosong yang telah terbentuk terpotong kembali oleh aliran akibat lekukan aliran yang sangat besar yang terjadi saat banjir. Hal ini bisa terjasi pada gosong yang mempunyai kemiringan lereng rendah dan mempunyai tingkat kelokan yang tinggi.
Tanggul alam (natural levee) adalah tanggul di kanan kiri sungai yang membatasi aliran sungai. Tanggul alam ini terbentuk bersamaan dengan terbentuknya aliran itu sendiri. Tanggul terbentuk selama banjir sedang yang hanya mencapai ketinggian sama dengan tebing sungai (channel bank). Dengan menurunnya kecepatan arus, terendapkanlah sedimen di sepanjang tebing sungai tersebut. Pada saat banjir berikutnya endapan baru akan terus terbentuk di atas tebing ini dan membentuk tanggul alam sehingga tanggul ini semakin lama semakin tinggi. Tinggi maksimum yang dibentuk oleh tanggul alam mengindikasikan permukaan air maksimum yang terjadi pada saat banjir. Pada umumnya endapan berbutir halus. Arus sewaktu banjir, juga akan menyebabkan terkikisnya endapan yang telah terbentuk pada gosong atau bahkan mengerosi tanggul alam dan memutuskannya. Sehingga air akan melimpah ke dataran bajir di kiri-kanan aliran sungai dan akan membentuk crevasse splays deposites. Crevasse ini akan membentuk pola dan sistem saluran tersendiri. Struktur sedimen yang berkembang antara lain grading, lapisan horisontal ripple cross bedding.
Dataran banjir (floodbasin) merupakan bagian terendah dari floodplain. Ukuran dan bentuk dari dataran banjir ini sangat tergantung dari sejarah perkembangan banji, tetapi umumnya berbentuk memanjang (elongate). Endapan dataran banjir (floodplain) biasanya terbentuk selama proses penggenangan (inundations). Umumnya Endapan dataran banjir ini didominasi oleh endapan suspensi seperti lanau dan lumpur, meskipun kadang-kadang muncul batupasir halus yang terendapkan oleh arus yang lebih kuat pada saat puncak banjir. Kecepatan pengendapannya pada umumnya sangat rendah, berkisar antara 1 dan 2 cm lapisan lanau-lempung per periode banjir (Reineck dan Singh, 1980). Endapannya mengisi daerah relatif datar pada sisi luar sungai dan kadang-kadang mengandung sisa tumbuhan serta terbioturbasikan oleh organisme-organisme.
Akibat proses pengikisan mendatar pada belokan sungai dan pengendapan yang terjadi di sisi lain mengakibatkan suatu saat dua buah kelokan aliran meander saling bertemu. Akibat dari peristiwa ini menyebabkan terjadinya aliran yang terputus yang menyerupai danau yang disebut oxbow lake .
Penampang vertikal dari endapan sungai kekelok dicirikan oleh runtunan batuan sedimen dalam setiap sekuen mempunyai besar butir menghalus ke arah atas.  Dasar atau alas setiap sekuen merupakan bidang erosi yang kemudian ditindih oleh lapisan yang berbutir kasar-sangat kasar. Pada bagian bawahnya (di atas bidang erosi) sangat umum dijumpai lag deposits tadi.  Fragmen dari lag deposits ini umumnya terdiri atas batulempung atau batuserpih yang merupakan hasil runtuhan tebing sungai. Pada bagian bawah sekuen ini sering terbentuk silang siur mangkok dan kemudian berubah jadi planar ke arah atas.  Bagian atasnya terdiri atas batuan berbutir halus (batuserpih, batulanau atau batulempung) dengan sisipan tipis batupasir. Struktur sedimen yang dijumpai umumnya berukuran kecil seperti laminasi, silang siur dan ripple mark. Bagian bawah dari sekuen yang berupa endapan berbutir kasar-sangat kasar merupakan hasil endapkan pada alur sungai, sedangkan endapan halus umumnya merupakan hasil endapan di daerah dataran banjir. Sisipan tipis batupasir pada bagian atas sekuen merupakan endapan limpahan banjir yang memotong tanggul alam. 
Sungai Teranyam (braided)
Sungai teranyam umumnya terdapat pada daerah datar dengan energi arus alirannya lemah dan batuan di sekitarnya lunak. Sungai tipe ini bercirikan debit air dan pengendapan sedimen tinggi. Daerah yang rata menyebabkan aliran dengan mudah belok karena adanya benda yang merintangi aliran sungai utama.
Tipe sungai teranyam dapat dibedakan dari sungai kekelok dengan sedikitnya jumlah lengkungan sungai, dan banyaknya pulau-pulau kecil di tengah sungai yang disebut gosong. Sungai teranyam akan terbentuk dalam kondisi dimana sungai mempunyai fluktuasi dischard besar dan cepat, kecepatan pasokan sedimen yang tinggi yang umumnya berbutir kasar, tebing mudah tererosi dan tidak kohesif (Cant, 1982). Biasanya tipe sungai teranyam ini diapit oleh bukit di kiri dan kanannya. Endapannya selain berasal dari material sungai juga berasal dari hasil erosi pada bukit-bukit yang mengapitnya yang kemudian terbawa masuk ke dalam sungai. Runtunan endapan sungai teranyam ini biasanya dengan pemilahan dan kelulusan yang baik, sehingga bagus sekali untuk batuan waduk (reservoir).
Umumnya tipe sungai teranyam didominasi oleh pulau-pulau kecil (gosong) berbagai ukuran yang dibentuk oleh pasir dan krikil.  Pola aliran sungai teranyam terkonsentrasi pada zona aliran utama. Jika sedang banjir sungai ini banyak material yang terbawa terhambat pada tengah sungai baik berupa batang pepohonan ataupun ranting-ranting pepohonan. Akibat sering terjadinya banjir maka di sepanjang bantaran sungai terdapat lumpur yang mengusai hampir di sepanjang bantaran sungai.
Struktur sedimen yang umum terbentuk adalah silang siur, gelembur gelombang dan ripple cross-lamination. Pada saat air surut terjadi silang siur dengan perkembangan pada gelembur gelombang dan perarian sejajar.  Hal ini terjadi pula pada permukaan bar. Pola pengendapan pada sungai teranyam pada skala kecil tidak terlihat pada beberapa pembacaan well log, karena saluran dan bar dapat berubah-ubah, pengendapan akan terlihat dengan secara acak dalam ukuran yang besar dan distribusi lateral  isi dari fragmen bar dan salluran tersebut.
Jika sungai sedang tidak dalam keadaan banjir maka yang terendapkan adalah butiran halus dengan laminasi di bagian atas dari kerikil. Sedangkan lempung banyak terbentuk pada bagian tanggul dari sungai. Diagram dari sungai teranyam, yang memperlihatkan jika semakin rendah energi arus aliran, maka terbentuklah gelembur gelombang (ripple) halus pada batuan pasir yang melaminasi di bagian atas.
Pada umumnya sungai teranyam dicirikan bar yang banyak dan besar pada sungai dengan ukuran yang sangat bervariasi. Bar ini dapat dibagi dalam:
1.     longitudinal
2.     linguoid
3.     tranverse 
Bar longitudinal atau di Indonesia disebut gosong adalah pulau ditengah sungai yang mempunyai sumbu panjang sejajar dengan arah aliran sungai. Endapan yang berbutir kasar biasanya tersebar di sekitar sumbu dan bagian bawah dari gosong. Besar butir endapan ini mengecil ke arah atas dan bawah dari gosong. Struktur sedimen yang umumnya terdapat pada gosong adalah lapisan mendatar yang tebal yang diendapkan dalam kondisi upper-flow regim.
Linguiod dan tranverse bars berada pada sudut garis potong ke arah alur sungai, keistimewaan karakteristik pasir pada aliran teranyam. Bentuk lobate atau rhombic Linguoid bars, dengan penurunan ketinggian paras muka sungai. Untuk transverse bars muncul akibat adanya riak air sungai yang besar sehingga dapat mengakibatkan banjir. Lateral bars, terdapat pada beberapa panjang tepi sungai, karena proses pengendapan dan erosi dan banjir pada setiap kali musim banjir yang ditimbulkan
Endapan sungai teranyam pada umumnya terdiri atas batu pasir kasar sampai krikil. Lumpur terendapkan pada bagian dasar aliran sungai. Pada longitudinal bar cenderung  mengubah krikil menjadi pasir. Endapan dari sungai teranyam bervariasi atas besarnya beban pengendapan yang terkirim, kedalaman dari air sungai dan variasi pembelokan aliran sungai. Umumnya proses pengendapan rangkaian facies vertikal juga tidak menunjukan perbedaan khusus .
Scott-type, umumnya terdiri dari batuan kasar, krikil-krikil dan sedikit adanya sisipan batuan pasir pada sepanjang penampang vertikal dari type ini. Model ini menunjukan sedikitnya perkembangan dari pengendapan batuan krikil. Donjek-type, model ini teridi dari variasi lapisan pengendapan pada sungai teranyam dengan campuran beban pasir dan kekrikil. Batuan berpasir banyak mendominasi pada Linguoid dan transverse bars. Pada penampang vertikal ini terlihat variasi dari ketebalan pembentukan lapisan. Platte-type, pengendapan tidak begitu nampak, sekalipun terindikasi adanya rangkaian pengendapan pada sebagian longitudinal bar dan superiposes linguoid bars dan ada sedit tanda berupa coal. Bijou Creek-type, karakteristik proses pengendapan oleh pengendapan superimposes flood sejak akumulasi arus air pada setiap kali terjadinya banjir.
Penampang tegak dari batuan berpasir untuk arus teranyam seperti ditunjukan pada. Rangkaian penampang ini berawal dari endapan yang menggosok permukaan lantai bawah (bed SS) menumpuk pada cross-bedding (bed A). Batuan pasir terlihat menumpuk pada lapisan di atas (bed B) dan adanya ketebalan besarnya planar tabular (bed C). Endapan memenuhi secara baik pada bagian atas saluran (bed D) dengan adanya isolasi (bed E) menumpuk pada lapisan tegak siltstone interbeded dengan batuan lumpur (bed F) dan yang terakhir batuan berpasir (bed G)
Pada sungai teranyam cenderung membentuk variasi kedalaman dari lebar sungai dan karena arah aliran dan energi sungai membentuk lag deposit pada lantai dasar sungai, pasir teralirkan pada bedload system. Kedalaman sungai teranyam berkisar 3 meter atau lebih dengan membentuk adanya crossbedding. Pengendapan sungai dengan adanya Flood stage dapat gosong membentuk channels beds, preserving flood stage sedimentary structure. Pada muka arus penampang sungai terjadi ripple lapisan pasir dengan gradasi mendatar pada lapisan atas sungai. Karena kaya akan mineral makanan maka pada sebagian bantaran sungai dan juga bekas luapan-luapan banjir maka akan tumbuh-tumbuhan akibat biji-bijian tumbuhan itu terbawa banjir oleh sungai dan  mengendap pada bantaran sungai. 
Sungai Anastomasing
Sungai anastomasing terjadi karena adanya dua aliran sungai yang bercabang-cabang, dimana cabang yang satu dengan cabang yang lain bertemu kembali pada titik dan kemudian bersatu kembali pada titik yang lain membentuk satu aliran. Energi alir sungai tipe ini rendah. Ada perbedaan yang jelas antara sungai teranyam dan sungai anastomosing. Pada sungai teranyam, aliran sungai menyebar dan kemudian bersatu kembali menyatu masih dalam lembah sungai tersebut yang lebar. Sedangkan untuk sungai anastomasing adalah beberapa sungai yang terbagi menjadi beberapa cabang sungai kecil dan bertemu kembali pada induk sungai pada jarak tertentu. Pada daerah onggokan sungai sering diendapkan material halus dan biasanya ditutupi oleh vegetasi.

LINGKUNGAN PENGENDAPAN

LINGKUNGAN PENGENDAPAN

Lingkungan pengendapan adalah bagian dari permukaan bumi dimana proses fisik, kimia dan biologi berbeda dengan daerah yang berbatasan dengannya (Selley, 1988). Sedangkan menurut Boggs (1995) lingkungan pengendapan adalah karakteristik dari suatu tatanan geomorfik dimana proses fisik, kimia dan biologi berlangsung yang menghasilkan suatu jenis endapan sedimen tertentu. Nichols (1999) menambahkan yang dimaksud dengan proses tersebut adalah proses yang berlangsung selama proses pembentukan, transportasi dan pengendapan sedimen. Perbedaan fisik dapat berupa elemen statis ataupun dinamis. Elemen statis antara lain geometri cekungan, material endapan, kedalaman air dan suhu, sedangkan elemen dinamis adalah energi, kecepatan dan  arah pengendapan serta variasi angin, ombak dan air. Termasuk dalam perbedaan kimia adalah komposisi dari cairan pembawa sedimen, geokimia dari batuan asal di daerah tangkapan air (oksidasi dan reduksi (Eh), keasaman (Ph), kadar garam, kandungan karbon dioksida dan oksigen dari air, presipitasi dan solusi mineral). Sedangkan perbedaan biologi tentu saja perbedaan pada fauna dan flora di tempat sedimen diendapkan maupun daerah sepanjang perjalanannya sebelum diendapkan.


Permukaan bumi mempunyai morfologi yang sangat beragam, mulai dari pegunungan, lembah sungai, pedataran, padang pasir (desert), delta sampai ke laut.  Dengan analogi pembagian ini, lingkungan pengendapan secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yakni darat (misalnya sungai, danau dan gurun), peralihan (atau daerah transisi antara darat dan laut; seperti delta, lagun dan daerah pasang surut) dan laut. Banyak pengarang membagi lingkungan pengendapan berdasarkan versi masing-masing. 
Selley (1988) misalnya, membagi lingkungan pengendapan menjadi 3 bagian besar: darat, peralihan dan laut (Tabel 7.1). Namun beberapa penulis lain membagi lingkungan pengendapan ini langsung menjadi lebih rinci lagi. Lingkungan pengendapan tidak akan dapat ditafsirkan secara akurat hanya berdasarkan suatu aspek fisik dari batuan saja. Maka dari itu untuk menganalisis lingkungan pengendapan harus ditinjau mengenai struktur sedimen, ukuran butir (grain size), kandungan fosil (bentuk dan jejaknya), kandungan mineral, runtunan tegak dan hubungan lateralnya, geometri serta distribusi batuannya.

Fasies merupakan bagian yang sangat penting dalam mempelajari ilmu sedimentologi. Boggs (1995) mengatakan  bahwa dalam mempelajari lingkungan pengendapan sangat penting untuk memahami dan membedakan dengan jelas antara lingkungan sedimentasi (sedimentary environment) dengan lingkungan facies (facies environment). Lingkungan sedimentasi dicirikan oleh sifat fisik, kimia dan biologi yang khusus yang beroperasi menghasilkan tubuh batuan yang dicirikan oleh tekstur, struktur dan komposisi yang spesifik. Sedangkan facies menunjuk kepada unit stratigrafi yang dibedakan oleh litologi, struktur dan karakteristik organik yang terdeteksi di lapangan. Kata fasies didefinisikan yang berbeda-beda oleh banyak penulis. Namun demikian umumnya mereka sepakat bahwa fasies merupakan ciri dari suatu satuan batuan sedimen. 

Ciri-ciri ini dapat berupa ciri fisik, kimia dan biologi, seperti ukuran tubuh sedimen, struktur sedimen, besar dan bentuk butir, warna serta kandungan biologi dari batuan sedimen tersebut. Sebagai contoh, fasies batupasir sedang bersilangsiur (cross-bed medium sandstone facies). Beberapa contoh istilah fasies yang dititikberatkan pada kepentingannya:

Litofasies: didasarkan pada ciri fisik dan  kimia pada suatu batuan
Biofasies: didasarkan pada kandungan fauna dan flora pada batuan
Iknofasies: difokuskan pada fosil jejak dalam batuan
Berbekal pada ciri-ciri fisik, kimia dan biologi dapat dikonstruksi lingkungan dimana suatu runtunan batuan sedimen diendapkan. Proses rekonstruksi tersebut disebut analisa fasies.

Tabel Klasifikasi lingkungan pengendapan (Selley, 1988)


Terestrial
Padang pasir (desert)

Glasial
Daratan




Encer (aqueous)
Rawa (paludal)


Lakustrin





Delta
Peralihan

Estuarin


Lagun


Litoral (intertidal)





Reef
Laut

Neritik (kedalaman 0-200 m)


Batial (kedalaman 200-2000 m)


Abisal (kedalaman >2000 m)

Minggu, 21 September 2014

Batu Apung (Pumice)

 Batu  Apung (pumice) adalah  hasil  gunung  api  yang  kaya  akan  silika  dan mempunyai struktur porous, yang terjadi karena keluarnya uap dan gas-gas yang larut di dalamnya  pada  waktu  terbentuk,  berbentuk  blok  padat,  fragmen  hingga  pasir  atau bercampur  halus  dan  kasar.
Pumice terjadi bila magma asam muncul ke permukaan dan  bersentuhan dengan udara  luas  secara  tiba-tiba.   Batuan  ini  terbentuk  dari  magma  asam  oleh  aksi  letusan  gunung  api  yang mengeluarkan materialnya ke udara, kemudian mengalami transportasi secara horizontal dan terakumulasi sebagai batuan piroklastik. 
Eksploitasi  secara umum dilakukan dengan tambang terbuka dan secara manual, yaitu tidak membutuhkan peralatan  yang khusus untuk mendapatkannya. Kebanyakan  batu  apung  yang  diperoleh dari  penambangannya  hanya  berupa  batu  apung  yang  dipisah  berdasarkan  ukurannya yang kemudian dijual  dengan variasi ukuran tersebut Teknik Penambangan batuapung terdiri dari Eksplorasi, Penambangan dan Pengolahan. Keterdapatan  batu  apung  di  Indonesia  selalu  berkaitan  dengan  rangkaian  gunung  api  Kuarter  sampai  Tersier  muda. Batu apung lebih banyak digunakan di sektor industri. 
Batu  apung  dapat  diaplikasikan  dalam  sektor  industri  dan  sektor  konstruksi. Aplikasinya  dalam  sektor  industri  cenderung  memproduksi  barang-barang  pelengkap, seperti  cat,  plamur,  dan  semen.  Sedangkan  pada  sektor  konstruksi,  cenderung menghasilkan bahan baku bangunan, seperti agregar ringan beton.Perkembangan  sector  industri  dan  konstruksi,  terutama  di  Negara-negara  maju, telah menunjukkan peningkatan yang berarti, dan hal ini mengakibatkan segi permintaan akan batu apung Indonesia terus meningkat. Dari segi pemasokan, produksi batu apung di Indonesia  sebagian  besar  berasal  dari  daerah  Nusa  Tenggara  Barat  dan  sisanya  dari daerah  ternate,  pulau  Jawa  dan  lain-lain.  Sementara  itu,  impor  batu  apung  dapat dikatakan tidak ada atau untuk kebutuhan di dalam negeri sudah terpenuhi. Di  Lombok  Barat  sedikitnya  ada  20  perusahaan  pengololahan  batuapung  yang tersebar di berbagai wilayah. Namun Saat ini penambangan batuapung di Lombok Barat banyak  menuai  masalah,  terutama  masalah  lingkungan,  dimana  sebagian  besar penambangan dilakukan tanpa  memiliki perijinan  dan  tidak  memperhatikan  kelestarian lingkungan. Limbah  batu  apung  yang  berasal  dari  pengayakan  batu  apung  itu  sendiri  telah merusak  lingkungan.  Hal  ini  dikarenakan  pembuangannya  pada  lahan  yang  masih produktif. Sehingga diperlukan  suatu  usaha untuk menaggulangi limbah tersebut. Salah satunya  yaitu  dengan  penggunaan  limbah  batu  apung sebagai  bahan  bangunan,  berupa batako,  paving  blok,  genteng  beton,  beton  ringan.  Hal  ini  dikarenakan  selain  sebagai salah  satu  penggulangan  limbah  batu  apung,  juga  menjadi  salah  satu  alternatif  bahan bangunan yang ekonomis, serta peluang lapangan kerja bagi masyarakat.
  
Definisi

Batu apung (pumice) adalah jenis batuan yang berwarna terang, mengandung buih yang terbuat dari gelombang berdinding gelas, dan biasanya disebut juga sebagai batuan gelas vulkanik silikat. Batuan  ini  terbentuk  dari  magma  asam  oleh  aksi  letusan  gunung  api yang mengeluarkan materialnya ke udara, kemudian mengalami transportasi secara horizontal dan terakumulasi sebagai batuan piroklastik. Batu apung mempunyai sifat vesicular yang tinggi, mengandung jumlah sel yang banyak (berstruktur selular) akibat ekspansi buih gas alam yang terkandung di dalamnya, dan pada umumnya terdapat sebagai bahan lepas atau fragmen-fragmen  dalam  breksi  gunungapi. Sedangkan  mineral-mineral  yang  terdapat dalam batu apung adalah :
-Feldspar
-Kuarsa
-Obsidian
-Kristobalit
-Tridimit

Proses pembentukan

Pumice terjadi bila magma asam muncul ke permukaan dan bersentuhan dengan udara  luas  secara  tiba-tiba.  Buih  gelas  alam  dengan  gas  yang  terkandung  di dalamnya mempunyai  kesempatan  untuk  keluar  dan  magma  membeku  dengan  tiba-tiba.Pumice umumya  terdapat  sebagai    fragmen  yang  terlemparkan  pada  saat  gunung  api  dengan ukuran  dari  kerikil  sampai  bongkah.  Pumice  umumnya  terdapat  sebagai  lelehan  atau aliran permukaan, bahan lepas, atau fragmen dalam breksi gunung api. Batu apung dapat pula dibuat dengan cara memanaskan obsidian, sehingga gasnya keluar. (gambar.3. jenis material piroklastika, menurut Fisher & Schmincke, 1984)
Pemanasan yang dilakukan pada obsidian  dari  Krakatau, suhu  yang  diperlukan  untuk  megubah obsidian menjadi batu apung rata-rata 880 oC. Berat jenis obsidian yang semula 2,36 turun menjadi 0,416 sesudah perlakuan tersebut oleh sebab itu mengapung didalam air. Batu apung ini mempunyai sifat hydraulis. 
Pumice berwarna putih abu-abu, kekuningan sampai merah, tekstur vesikuler dengan ukuran lubang yang bervariasi baik berhubungan satu sama lain atau  tidak  struktur  skorious  dengan  lubang  yang  terorientasi. (gambar.4. Material gunung api produk letusan Vide Compotn, 1985)
  Kadang-kadang  lubang tersebut terisi oleh zeolit atau kalsit. Batuan ini tahan terhadap pembekuan embun (frost), tidak begitu higroskopis (mengisap air). Mempunyai sifat pengantar panas yang rendah.Kekuatan tekan antara 30-20 kg/cm 2. Komposisi utama mineral silikat amorf. Jenis  batuan  lainnya  yang memiliki  struktur  fisika  dan  asal  terbentuknya  sama dengan  batu  apung  adalah  pumicit,  volkanik  cinter,  dan  scoria.  Sedangkan  mineral- mineral yang terdapat dalam batu apung adalah feldspar, kuarsa, obsidian, kristobalit, dan tridimit.Didasarkan  pada  cara  pembentukan  (desposisi),  distribusi  ukuran  partikel (fragmen)  dan material  asalnya,  endapan  batu  apung dapat  diklasifikasikan  sebagai berikut:
- Sub areal
- Sub aqueous
- New  ardante,  yaitu  endapan  yang  dibentuk  oleh  pergerakan  ke  luar  secara horizontal  dari  gas  dalam  lava,  yang  menghasilkan  campuran  fragmen  dengan berbagai ukuran dalam suatu bentuk matriks.Hasil endapan ulang (redeposit).
Dari  metamorfosisnya,  hanya  daerah-daerah yang relative  ada  gunung api, akan mempunyai endapan batu apung yang ekonomis. Umur geologi dari endapan-endapan ini antara  tersier  sampai sekarang.  Gunung  api  yang  aktif  selama  umur  geologi  tersebut antara lain pada jalur pinggiran laut Pasifik dan jalur yang mengarah dari laut Mediteran ke pegunungan Himalaya kemudian ke India Timur.

Sifat-sifat batu apung

Sifat-sifat kimia batu apung adalah sebagai berikut:
a. Komposisi kimianya:
SiO2                 : 60,00 – 75,00%
Al2O3                   : 12,00 – 15,00%
Fe2O3                   :   0,90 –   4,00%
Na2O               :   2,00 –   5,00%
K2O                 :   2,00 –   4,00%
              MgO                          :   1,00 –   2,00%
CaO                 :   1,00 -    2,00%
            Unsur lainnya     : TiO2, SO3, dan Cl.
b. Hilang pijar (LOI atau loss of ignition) : 6%
c. pH : 5
d. Berwarna terang
e. Mengandung buih yang terbuat dari gelembung berdinding gelas.
f. Sifat fisika:
Bobot isi ruah : 480 – 960 kg/cm3
Peresapan air   : 16,67%
Gravitasi spesifik:0,8 gr/cm3
Hantaran suara            : rendah
Rasio kuat tekan terhadap beban : Tinggi
            Konduktifitas panas : rendah

Ketahanan terhadap api : s.d 6 jam

Selasa, 16 September 2014

Analisa Cekungan

ANALISA CEKUNGAN SEDIMEN


Para ahli sedimentologi mempelajari batuan sedimen untuk mengetahui sejarah geologi dan potensi ekonomi dari batuan tersebut. Untuk itu, diperlukan studi yang bersifat terpadu dari berbagai cabang ilmu geologi, termasuk di dalamnya sedimentologi, stratigrafi, dan tektonik. Dengan demikian dapat diketahui secara menyeluruh batuan sedimen yang mengisi suatu cekungan sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan untuk menginterpretasi sejarah geologi dan membuat evalusasi potensi ekonominya (Boggs, 1995; 2001). Studi terpadu seperti ini dikenal dengan sebutan analisa cekungan sedimen (basin analysis).

Pada perkembangan teori geosinklin, sebagian para ahli geologi berpikir bahwa batuan sedimen yang umumnya diendapkan di laut dangkal pada suatu geosinklin, dan terus mengalami subsiden. Sejalan dengan berkembangnya teori tektonik lempeng pada awal 1960an, pendapat itu mulai tersisih. Saat ini para ahli geologi menemukan berbagai jenis cekungan dengan berbagai mekanisme pembentukannya. Secara umum, titik berat perhatian pada analisa cekungan sedimen adalah pada tektonik global pembentukan cekungan dan berbagai  proses yang mengontrolnya (termasuk perubahan muka laut, pasokan sedimen, dan penurunan cekungan).


Cekungan sedimen adalah suatu daerah rendahan, yang terbentuk oleh proses tektonik, dimana sedimen terendapkan. Dengan demikian cekungan sedimen merupakan depresi sehingga sedimen terjebak di dalamnya. Depresi ini terbentuk oleh suatu proses nendatan (subsidence) dari permukaan bagian atas suatu kerak. Berbagai penyebab yang menghasilkan nendatan, di antaranya adalah: penipisan kerak, penebalan mantel litosper, pembebanan batuan sedimen dan gunungapi, pembebanan tektonik, pembebanan subkerak, aliran atenosper dan penambahan berat kerak. Dickinson (1993) dan Ingersol dan Busby (1995) yang disarikan oleh Boggs (2001) memberikan kemungkinan mekanisme nendatan kerak sebagai tertera dalam Tabel.

KLASIFIKASI CEKUNGAN SEDIMEN
Pembentukan cekungan sedimen erat hubungannya dengan gerakan kerak dan proses tektonik yang dialami lempeng. Ingersol dan Busby (1995) menunjukkan bahwa cekungan sedimen dapat terbentuk dalam 4 (empat) tataan tektonik: divergen, intraplate, konvergen dan transform). Menurut Dickinson, 1974 dan Miall, 1999; klasifikasi cekungan sedimen dapat berdasarkan pada:
  1. tipe dari kerak dimana cekungan berada,
  2. posisi cekungan terhadap tepi lempeng,
  3. untuk cekungan yang berada dekat dengan tepi lempeng, tipe interaksi lempeng yang terjadi selama sedimentasi,
  4. Waktu pembentukan dan basin fill terhadap tektonik yang berlangsung,
  5. Bentuk cekungan.

Selley (1988) memberikan klasifikasi cekungan sedimen secara sederhana seperti dalam Tabel. , sedang Boggs (2001) membagi cekungan sedimen lebih rinci dan lebih komplit.

Mekanisme penendatan disariakan dari Dickinson (1993 dan Ingersol dan Busby (1995)

Penipisan kerak (crustal thinning):
Perenggangan, erosi selama pengangkatan, dan penarikan akibat magmatisme

Penebalan mantel litosper (mantle-lithospheric thickening):
Pendinginan litosper yang diikuti penghentian perenggangan atau pemanasan akibat peleburan adiabatik atau naiknya lelehan astenosper

Pembebanan batuan sedimen dan gunungapi (sedimentary and volcanic loading):
Kompensasi isostatik lokal dari kerak dan perenggangan litosper regional, tergantung kegetasan litosper,  selama sedimentasi dan kegiatan gunungapi

Pembenan tektonik (tectonic loading):
Kompensasi isostatik lokal dari kerak dan perenggangan litosper regional, tergantung kegetasan dibawah litosper,  selama pensesaran naik (overthrusting) dan/atau tarikan (underpulling)

Pembenan subkerak (subcrustal loading):
kelenturan litosper selama underthrusting dari litosper padat

Aliran astenosper (asthenospheric flow):
pengaruh dinamik aliran astenosper, umumnya karena penunjaman litosper

Penambahan berat kerak (crustal densification):
Peningkatan berat jenis kerak akibat perubahan tekanan/ temperatur dan/atau pengalihan tempat kerak berberat-jenis tinggi ke kerak berberat-jenis rendah

 Klasifikasi cekungan sedimen (Selley, 1988)

PROSES PENYEBAB
TERBENTUKNYA
TIPE CEKUNGAN
TATAAN TEKTONIK LEMPENG
Crustal sag
Cekungan intrakraton
Intra-plate collapse

Puntir (tension)
Epicratonic downward
Rift
Tepian lempeng pasif (passive plate margin)
Sea-floor spreading

Tekanan (compression)
Palung (trench)
Busur depan (fore-arc)
Busur belakang (back-arc)

Subduksi (tepian lempeng aktif)
Wrenching
Strike-slip
Gerakan mendatar lempeng

Klasifikasi cekungan menurut Boggs (2001)



TATAAN TECTONIK
TIPE CEKUNGAN

Divergen

          Rift: terrestrial rift valleys; proto-oceanic rift valleys

Antar-lempeng

Cekungan beralaskan kerak benua/peralihan: cekungan intrakraton,       paparan benua, sembulan benua (continental rises) dan undak, pematang benua.
Cekungan beralaskan kerak samodra: cekungan samodra aktif, kepulauan samodra, dataran tinggi dan bukit aseismik (aseismic rigde and plateau)

Konvergen
Cekungan akibat subduksi: palung, cekungan lereng palung, cekungan busur depan, cekungan intra-busur, cekungan busur belakang.
Cekungan akibat tabrakan: cekungan retroac forels, peripheral foreland basin, cekungan punggung babi (piggyback basin), broken forland

Tranform
Cekungan akibat sesar mendatar: cekungan transextensional, transpressional, transrotaional

Hybrid
Cekungan akibat berbagai sebab: cekungan-cekungan intracontinental wrench, aulacogen, impactogen, successor



Buku ini tidak membahas secara rinci semua jenis cekungan sedimen, akan tetapi beberapa cekungan yang dianggap penting di Indonesia akan dibahas secara singkat di bawah ini (sebagian besar disarikan dari Boggs, 2001).

Cekungan Intrakraton (Intracratonic Basin)
Cekungan intrakraton umumnya cukup besar terletak di tengah suatu benua yang jauh dari tepian lempeng. Subsiden pada cekungan jenis ini umumnya disebabkan oleh penebalan mantel-litosfir dan bembebanan oleh batuan sedimen atau gunungapi (Boggs, 2001). Beberapa cekungan intrakraton ini diisi oleh endapan klastika laut, karbonat, atau sedimen evaporit yang diendapkan mulai dari laut epikontinental sampai darat. Cekungan tua jenis ini di antaranya adalah Cekungan Amadeus dan Carpentaria di Australia, Cekungan Parana di Amerika Latin, dan Cekungan Paris di Perancis. Sedangkan contoh cekungan modern jenis ini adalah Cekungan Chad di Afrika.

Renggang (Rift)
Cekungan akibat perenggangan ini umumnya sempit tetapi memanjang, dibatasi oleh lembah patahan. Ukuran berkisar dari beberapa km sampai sangat lebar seperti pada Sistem Renggangan Afrika Timur, dimana mempunyai lebar 30-40 km dan panjang hampir 300 km. Cekungan ini dapat terbentuk oleh berbagai tataan tektonik, namun yang paling umum oleh divergen. Perenggangan lempeng benua seperti antara Amerika Utara dan Eropa terjadi pada Trias menghasilkan Punggungan Tengah Atlantik (Mid-Atlantic Ridge). Sistem renggangan pada Afrika Timur merupakan contoh sistem renggangan modern.


Aulakogen (Aulacogen)

Aulakogen adalah jenis khusus dari renggangan yang menyudut besar terhadap tepian benua, dimana umumnya dianggap sebagai renggangan tetapi gagal dan kemudian diaktifkan kembali selama tektonik konvergen. Palung yang sempit tapi panjang dapat menggapai sampai kraton benua dengan sudut besar dari lajur sesar. Sedimen yang mengisi cekungan jenis ini dapat berupa sedimen darat (misalnya kipas aluvium), endapan paparan, dan endapan yang lebih dalam seperti endapan turbit. Contoh aulakogen di antaranya Renggangan Reelfoot yang berumur Paleozoik dimana Sungai Misisipi mengalir dan Palung Benue yang berumur Kapur dimana Sungai Niger membelahnya.

Cekungan tepian benua
Cekungan tepian benua dicirikan oleh kehadiran baji yang sangat besar dari sedimen yang ke arah laut dibatasi oleh lereng landai dari benua dan sembulan. Ketidakterusan struktur dijumpai di bawah sistem ini, antara kerak benua normal dan kerak peralihan. Sedimen terendapkan pada sistem ini: pada paparan berupa pasir neritik dangkal, lumpur, kabonat dan endapan evaporasi; pada lerengan terdiri atas lumpur hemipelagik; dan pada sembulan benua berupa endapan turbit. Cekungan renggangan (rift basin) dapat berhubungan dengan cekungan tepian benua. Contoh yang baik dari cekungan jenis ini adalah pantai Amerika dan bagian selatan-timur Kanada (Cekungan Blake Plateau, Palung Lembah Baltimor, Cekungan George Bank dan Cekungan Nova Scotian) yang terbentuk pada akhir Trias- awal Jura oleh renggangan dan terpisahnya Pangea. Beberapa cekungan itu terpisahkan dari laut membentuk lapisan tebal dari endapan klastik arkosik dan endapan lakustrin; berselingan dengan batuan gunungapi basa. Cekungan yang lain berhubungan dengan laut, membentuk sedimen yang berkisar dari endapan evaporit sampai delta, turbit, dan serpih hitam.

Cekungan berhubungan dengan subduksi

Subduksi ditunjukkan dengan aktifnya tepian benus yang mana umumnya dicirikan oleh adanya palung laut dalam, busur gunungapi aktif, rumpang parit-busur (arc-trench gap) yang memisahkan ke duanya. Tataan subduksi terjadi lebih banyak pada tepian benua dibandingkan pada besur samodra.

Sedimen terendapkan pada sistem subduksi ini lebih dikuasai oleh endapan silisiklastik yang umumnya berupa batuan gunungapi berasal dari busur gunungapi. Endapan ini dapat berupa pasir dan lumpur yang terendapkan pada paparan, lumpur dan endapan turbit terendapkan dalam air yang lebih dapam pada lereng, cekungan, dan parit. Sedimen pada parit dapat berupa endapan terigen yang terangkut oleh arus turbit dari daratan, bersamaan dengan sedimen dari lempeng samodra yang tersubduksikan. Ini umumnya membentuk kompleks akrasi. Batuan campuraduk (melange) dapat terbentuk pada daerah akrasi ini, yang dicirikan oleh percampuran dari batuan berbagai jenis yang tertanam pada masa dasar yang mengkilap (sheared matrix).

Contoh yang baik dari sistem subduksi ini adalah subduksi Sumatra, Jepang, Peru, Chili dan Amerika Tengah. Contoh cekungan busur muka purba di antaranya adalah cekungan busur muka Great Valley, Kalifornia; Midland Valley, Inggris dan Coastal range, Taiwan. Contoh cekungan busur belakang di antaranya terjadi pada Jura Akhir – Awal Kapur terbentuk di belakang Busur Andean di Chili selatan.

Cekungan berhubungan patahan mendatar/transform

Patahan yang dapat membentuk cekungan ini adalah patahan mendatar yang menoreh dalam kerak sampai membatasai dua lempeng yang berbeda (transform fault) dan patahan yang terbatas dalam suatu lempeng dan hanya menoreh bagian atas kerak (Sylvester, 1988). Cekungan yang berhubungan dengan patahan mendatar regional terbentuk sepanjang punggung pemekaran, sepanjang batas patahan antar lempeng, pada tepian benua dan daratan dalam lempeng benua. Gerakan sepanjang patahan mendatar regional dapat membentuk berbagai cekungan nendatar (pull-apart basin). Cekungan yang dibentuk karena patahan mendatar umumnya kecil, garis tengahnya hanya beberapa puluh kilometer, walaupun ada beberapa yang sampai 50 km. Karena patahan mendatar terbentuk pada berbagai tataan geologi, cekungan ini dapat diisi sedimen laut maupun darat. Ketebalan sedimen cenderung sangat tebal, karena kecepatan sedimentasi yang tinggi yang dihasilkan oleh erosi dari daerah sekitarnya yang berelevasi tinggi, dan boleh jadi ditandai dengan banyaknya perubahan fasies secara lokal. Di Indonesia Cekungan jenis ini banyak terdapat sepanjang Patahan Sumatra.


TEKNIK ANALISA CEKUNGAN

Sedimen yang mengisi suatu cekungan merupakan faktor yang sangat penting untuk dipelajari dalam analisa cekungan sedimen yang bersangkutan. Sedimen tersebut dipelajari bagaimana proses terbentuknya, sifat batuan dan aspek ekonominya. Proses pembentukan sedimen meliputi pelapukan, erosi, transportasi dan pengendapan, sifat-sifat fisik, kimia dan biologi batuan; lingkungan pengendapan, dan posisi stratigrafi. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pengendapan dan sifat sedimen adalah:
  1. litologi batuan induk, akan sangat mempengaruhi komposisi sedimen yang berasal dari batuan tersebut;
  2. topografi dan iklim dimana batuan induk berada, mempengaruhi kecepatan denudasi yang menghasilkan sedimen yang kemudian diendapkan dalam cekungan;
  3. kecepatan penurunan cekungan bersamaan dengan kecepatan kenaikan/penurunan muka laut; dan
  4. ukuran dan bentuk dari cekungan.

Analisa cekungan merupakan hasil interpretasi yang berdasarkan pada proses sedimentasi, stratigrafi, fasies dan sistem pengendapan, peleoseanografi, paleogeografi, iklim purba, analisa muka laut, dan petrografi/mineralogi (Klein, 1995; Boggs, 2001). Penelitian sedimentologi dan analisa cekungan sekarang ini ditikberatkan pada analisa fasies sedimen, siklus subsiden, perubahan muka laut, pola sirkulasi air laut, iklim purba, dan sejarah kehidupan.

Model pengendapan semakin meningkat digunakan untuk mengetahui lebih baik tentang pengisian cekungan dan pengaruh berbagai parameter pengisian cekungan seperti pasokan sedimen, besar butir, kecepatan penurunan cekungan, dan perubahan muka laut.

Sebagai bahan untuk analisa cekungan, dibutuhkan berbagai data, mulai data dari singkapan sampai data bawah permukaan. Data tersebut termasuk data hasil pemboran dalam, studi polarisasi magnetik dan eksplorasi geofisika. Pembahasan berikut ini secara singkat akan diketengahkan teknik analisa cekungan yang umum dilakukan.

Penampang Stratigrafi
Data lengkap dan akurat tentang sedimen dari singkapan maupun inti bor, baik ketebalan maupun litologi setiap himpunan sedimen, merupakan hal yang sangat penting untuk interpretasi sejarah bumi. Untuk menghimpun data tersebut diperlukan pengukuran dan pemerian secara teliti dan akurat pada singkapan dan/atau inti bor. Kegiatan menghimpun data ini jamak disebut pembuatan penampang stratigrafi terukur, yang meliputi pemerian litologi, sufat-sifat perlapisan, dan kenampakan lainnya dari batuan. Pemakaian teknik tertentu dalam melakukan pengukuran penampang stratigrafi sangat tergantung pada kegunaan hasil pengukuran dan keadaan singkapan diukur di alam. Kottlowski (1965) menunjukkan beberapa cara dan peralatan untuk melakukan pembuatan penampang stratigrafi.

Sejumlah penampang stratigrafi dapat dipakai dalam pembuatan penampang melintang stratigrafi yang sangat bermanfaat dalam korelasi stratigrafi, interpretasi struktur dan perubahan fasies yang boleh jadi diikuti oleh perubahan dari lingkungan dan arti ekonomis. Penampang melintang digambarkan segai ilustrasi yang menggambarkan keadaan lokal dari suatu cekungan, sering pula disiapkan dalam rangka pembuatan peta fasies, atau bahkan menggambarkan runtunan stratigrafi seluruh cekungan. Pada umumnya penampang stratigrafi menggambarkan dua demensi dari litologi dan/atau ciri struktur dari suatu unit stratigrafi atau unit yang memotong suatu wilayah geografi.

Diagram Pagar
Informasi stratigrafi dapat pula disajikan dalam diagram pagar yang menggambarkan pandangan tiga dimensi stratigrafi dari suatu daerah atau wilayah tertentu. Dengan cara ini hubungan antar satuan stratigrafi dapat dilihat dengan jelas. Sayangnya, bagian pagar depan akan menutup sebagian belakangnya; sehingga menyulitkan pembuat untuk menyuguhkan gambar yang baik dan jelas.

Peta Struktur
Untuk menggambarkan bentuk dan orientasi cekungan serta geometri pengisian cekungan diperlukan peta struktur. Pada dasarnya, kontur pada peta ini adalah kumpulan titik-titik yang mempunyai elevasi sama dari bagian atas atau bawah suatu datum tertentu. Struktur lokal seperti antiklin dan sinklin dapat dengan mudah dikenali pada peta jenis ini. Peta struktur ini sangat berguna dalam eksplorasi baik hidrokarbon maupun mineral dan batubara. Dasar cekungan dapat digambarkan dengan peta ini, apabila menggunakan datum bagian bawah lapisan tertua pengisi cekungan yang bersangkutan. Dengan begitu topografi purba dapat diinterpretasi dengan mudah.

Peta Isopak
Peta isopak adalah suatu peta yang konturnya menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketebalan sama dari suatu lapisan atau satuan batuan. Ketebalan suatu satuan batuan tergantung dari kecepatan pasokan sedimen dan ruang yang tersedia pada cekungan. Ruang pada cekungan merupakan fungsi dari geometri cekungan dan kecepatan subsiden cekungan. Bagian yang menebal secara abnormal merupakan pusat pengendapan, sebaliknya yang menipis abnormal adalah daerah yang sebelum pengendapan merupakan tinggian atau sudah lebih banyak tererosi setelah pengendapan. Dengan peta jenis ini dapat digambarkan keadaan cekungan sebelum dan selama pengendapan, sehingga apabila dilakukan analisa peta isopak untuk setiap satuan pada cekungan dimana mereka diendapkan, akan mendapatkan informasi perubahan struktur cekungan dari waktu ke waktu. 

Peta Paleogeologi
Peta paleogeologi adalah peta yang menggambarkan kondisi geologi tertentu di bawah atau di atas suatu unit tertentu. Sebagai contoh, kita dapat mengupas semua satuan batuan mulai dari unit stratigrafi tertentu untuk melihat satuan batuan di bawah unit stratigrafi tertentu tersebut. Kemudian kita gambarkan peta geologi di atas alas satauan batuan tersebut. Peta semacam ini disebut peta superkrop (supercrop map). Dengan yang cara sama, satuan batuan di atas suatu formasi atau tubuh batuan tertentu dapat pula digambarkan. Peta superkrop umumnya dibuat pada batas ketidakselarasan, tetapi dapat pula dibuat pada suatu satuan batuan yang mempunyai ciri tertentu. Manfaat peta jenis ini adalah untuk interpretasi pola aliran purba, pola pengisian cekungan, pergeseran garis pantai, penimbunan secara gradual dari paleotopografi.

Peta Litofasies
Peta fasies menggambarkan vareasi sifat litologi atau biolofi dari satuan stratigrafi tertentu (Boggs, 2001). Peta fasies yang umum dipakai adalah peta litofasies dimana menyajikan beberapa aspek komposisi dan tekstur batuan. Peta litofasies yang umum dipakai adalah:
a. peta perbandingan klastik (clastic-ratio map) dan
b. peta litofasies tiga komponen.
Peta perbadingan klastik menunjukkan kontur dari perbandingan klastik yang sebanding. Sedangkan perbandingan klastik adalah perbandingan dari jumlah kumulatif ketebalan endapan klastik dan jumlah kumulatif endapan non-klastik, sebagai contoh:

(konglomerat + batupasir + serpih)
------------------------------------------
(batugamping + dolomit + evaporit + batubara)

Peta jenis ini sangat bermafaat untuk melihat hubungan litologi dengan tepi cekungan dimana sedimen tersebut diendapkan. Tentu saja bagian yang nilai perbandingan klastiknya relatif tinggi menunjukan bagian tersebut dekat dengan asal batuan atau sangat mungkin tepi cekungan. Sedangkan bagian yang nilai perbandingan klastiknya rendah menunjukkan bagian tersebut relatif jauh dari tepi cekungan. Dengan peta ini juga dapat diketahui arah tranportasi sedimen secara regional dalam cekungan itu.

Peta litofasies tiga komponen menyajikan rata-rata atau pola kelimpahan relatif dalam suatu satuan stratigrafi dari tiga komponen litofasies (Boggs, 2001).

Analisa Arus Purba
Analisa arus purba adalah suatu teknik yang digunakan untuk mengetahui arah aliran dari arus purba pembawa sedimen ke dalam suatu cekungan pengendapan (Boggs, 2001). Tentu saja, dengan teknik ini akan diketahui juga arah kemiringan lereng purba baik lokal maupun secara regional dan sekaligus asal dari sedimen yang terendapkan.

Analisa arus purba dapat dilakukan dengan mempelajari secara mendalam dari berbagai struktur sedimen, seperti silang siur, alur sungai, dan ripple mark. Geometri dan kecenderungan dari suatu unit batuan sering dapat membantu untuk interpretasi lingkungan pengendapan dan arah arus purba. Orientasi dari kepingan batuan berbutir besar (seperti kerakal dan brangkal), ketebalan lapisan, vareasi litologi dalam suatu lapisan dapat dipakai untuk interpretasi arah arus purba dan lokasi asal atau sumber batuan.

Studi Provenan (Asalmuasal) Batuan
Komposisi dari suatu batuan sedimen klastika yang mengisi suatu cekungan sangat dipengaruhi oleh komosisi batuan sumbernya. Komposisi itu tentu saja juga dipengaruhi oleh pelapukan dan iklim daerah yang bersangkutan. Studi provenan meliputi: (a) Komposisi litologi dari asal batuan, (b) tataan tektonik dari daerah asal batuan, dan (c) iklim, topografi, dan kemiringan daerah asal batuan (Boggs, 2001).

Vareasi litologi dari batuan asal dipelajari dari berbagai jenis mineral dan kepingan batuan yang dijumpai pada suatu batuan sedimen klastika.

Translate